PROPHETIC HEALTH: PENGARUH PUASA RAMADHAN TERHADAP SUPLAI NUTRISI MELALUI DARAH UNTUK
SISTEM KINERJA OTAK
Paper
ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Literasi dan Komunikasi Akademik
Dosen
Pengampu : Eka Sulistyowati, S.Si., M.A.
Disusun
Oleh :
Nama
: Baiq Mira Nurfatihah
NIM : 17106040030
Prodi : Biologi
FAKULTAS
SAINS & TEKNOLOGI
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2018
PENDAHULUAN
Otak merupakan
organ tubuh yang istimewa karena otak membutuhkan oksigen dalam jumlah yang banyak
dan menerima suplai oksigen hanya dari darah tiap waktu. Aliran darah yang
banyak mengandung zat makanan penting bagi pertumbuhan fungsional otak
(Hartwig, 2012). Dalam kondisi normal, aliran darah ke otak berkisar 750
mL/menit yang merupakan 15-20% dari curah jantung (Dwiarifiya, 2007). Aliran
darah pada daerah tertentu di otak mengalami prubahan setiap saat. Perubahan
ini terjadi sebagai respon terhadap perubahan komposisi cairan interestial yang
mengiringi aktivitas otak. Seperti pada saat orang berbicara, membaca, makan,
puasa, ataupun berjalan (Martini, 2001; Ropper, 2005; McCance, 2006;
Dwiarifiya, 2007).
Bulan
Ramadhan menjadi bulan dimana umat muslim diwajibkan untuk berpuasa. Perintah
tersebut dijelaskan dalam Q.S. Al-Baqarah: 183, “Hai orang-orang yang beriman! diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,”. Pada
orang yang berpuasa, pola makan akan mengalami perubahan dimana terjadi
penghentian dalam jeda waktu yang relatif lama. Keadaan sedemikian rupa akan
mempengaruhi asupan nutrisi yang diperoleh tubuh dan di alirkan ke otak. Hal
tersebut dikarenakan antara otak dan perut memiliki hubungan dekat (Gut-Brain
connection). Dimana pada usus terdapat sistem saraf tersendiri, yang disebut
Sistem Saraf Enterik (ENS) yang memiliki pengaruh besar hingga dijuluki sebagai
“otak kedua”. Tugas utama ENS adalah mengatur pencernaan dan mengirimkan sinyal
reguler ke otak melaui saraf vagus (The Gut-Brain Connection and How it
Impacts Your Health, 2017)
Berdasarkan beberapa literatur yang telah di analisis, belum
adanya pembahasan utama mengenai pengaruh puasa Ramadhan terhadap suplai energi
ke otak menjadikan penulis tertarik untuk melakukan studi literasi mengenai
tema tersebut. Studi literasi ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
pembaca dan dapat meluruskan perspektif masyarakat yang merasa bahwa puasa
merupakan hal yang berat ketika melakukan aktivitas keseharian, sehingga tidak
lazim orang akan mengurangi aktifitas yang berat. Paper ini bertujuan untuk
memenuhi tugas mata kuliah Literasi dan Informasi Akademik dan mengetahui
pengaruh puasa Ramadhan terhadap suplai nutrisi dalam darah ke otak.
PEMBAHASAN
Puasa Ramadhan
Puasa
dalam Al-Quran disebut dengan istilah shiyaam dan shaum, yang
secara etimologi atau bahasa berarti menahan diri dari sesuatu, baik
dalam bentuk perkataan maupun perbuatan (Altuwayjiry, 2008). Puasa Ramadhan merupakan puasa wajib sehingga
harus dilakukan oleh seluruh umat Islam (Amin, 2009; El-Hamdy, 2014). Puasa
Ramadhan dilaksanakan pada bulan Ramadhan yaitu bulan di turunkannya Al-Qur’an.
Lama puasa bervariasi tergantung letak geografis
suatu daerah di bumi, yang berpengaruh terhadap lama siang dan malam. Di
Indonesia lama puasa kurang lebih 12-14 jam. Lama berpuasa akan berpengaruh
terhadap adaptasi fisiologis tubuh selama puasa (Ana Fauziyati, 2008).
Proses
Penyuplaian Energi Ke Otak
Suplai energi di otak berasal dari nutrisi dalam
darah. Sistem serebrovaskular memberi otak aliran darah yang banyak mengandung
zat makanan yang penting bagi fungsional otak (Hartwig, 2012). Empat arteri besar
menyalurkan darah ke otak berupa dua arteri karotis interna dan dua arteri
vertebralis (yang menyatu dengan arteri basilaris untuk membentuk sistem
vertebrobasilar). Darah arteri yang menuju ke otak berasal dari arkus
aorta. Arteri-arteri tersebut berupa arteri penetrans yang merupakan
pembuluh yang menyalurkan makanan dan berasal dari arteri-arteri konduktans.
Pembuluh-pembuluh ini masuk ke otak dengan sudut tegak lurus serta menyalurkan
darah ke strukturstruktur yang terletak di bawah korteks (talamus, hipotalamus,
kapsula interna, dan ganglia basal) (Hartwig, 2012).
Hubungan Puasa & Suplay Energi ke Otak
Pada saat berpuasa akan terjadi proses adaptasi tubuh
terhadap berkurangnya asupan sumber energi dan cairan. Asupan makanan yang
tidak konstan, intermiten, dan tergantung siklus makan akan berpengaruh
terhadap adaptasi terkait dengan keseimbangan energi meliputi terjadinya
glikogenolisis, lipolisis dan glukoneogenesis (Guyton&Hall, 2007). Terdapat
beberapa fase dalam pencernaan makanan sebelum nutrisi dari makanan tersebut
diserap oleh darah kemudian diedarkan ke
otak. Fase yang dimaksud berupa fase pengunyahan, fase diglusi (menelan), fase segmentasi
(pencampuran), fase propulsi (pergerakan), fase absorpsi (penyerapan), dan fase
defikasi (pembuangan) (Fadly, 2010).
Puasa memberikan waktu untuk sistem pencernaan melakukan fase
absorbsi yang lebih efektif. Puasa dikatakan juga sebagai fase paska absorbsi. Pada
fase absorbsi, zat makanan yang masuk akan diserap melalui traktus digestivus
dan diedarkan ke seluruh tubuh. Pada fase ini glukosa sangat berlimpah dan ia
merupakan sumber energi terbesar. Sedangkan lemak dan protein sangat sedikit
digunakan sebagai sumber energi, karena hampir semua sel akan menggunakan
glukosa sebagai sumber energi apabila tersedia. Kelebihan energi tidak segera
digunakan tetapi disimpan dalam bentuk glikogen dan trigliserid. Pada fase
paska absorbsi cadangan energi dalam tubuh akan dimobilisasi untuk menyediakan
energi yaitu melalui proses glikogenolisis (pemecahan glikogen) dan lipolisis
(pemecahan lemak) dan juga akan dibentuk glukosa dari sumber nutrien non
karbohidrat (glukoneogenesis) (Guyton&Hall, 2007).
Organ
yang terlibat dalam keseimbangan energi selama berpuasa adalah otak, hepar,
jaringan lemak, dan otot skelet. Otak merupakan organ yang sangat penting bagi
pengaturan fungsi tubuh ketika terjadi adaptasi fisiologis saat berpuasa. Otak
akan mengatur homeostasis organ tubuh untuk menjaga keseimbangan tubuh itu
sendiri.
Sistem
homeostasis yang umum dilakukan otak dalam menjaga keseimbangan tubuh ketika
berpuasa adalah pada saat menjaga cairan tubuh. Hipofisis posterior dalam otak
akan memproduksi Hormon Anti Diuretik (ADH) yang berfungsi meningkatkan
kepekatan dalam sel tubulus proksimal dan tubulus distal dari ginjal sehingga
meningkatkan reabsorbsi air. Akibatnya volume urin yang diproduksi akan sedikit
dan pekat. Penurunan asupan cairan juga akan menurunkan tekanan darah yang
merangsang baroreseptor di arteri carotis dan atrium kanan, sehingga akan
merangsang saraf simpatis dan terjadi vasokonstriksi sistemik termasuk pada
arteri yang menuju ginjal. Pada keadaan ini akan terjadi penurunan Glomerular
Filtration Rate (GFR) sehingga produksi urin berkurang (Fauziyati, 2008).
Keadaan kekurangan cairan ini juga
akan merangsang ginjal untuk memproduksi Renin, yang melalui jalur Renin
Angiotensin Aldosteron (RAA) akan diubah menjadi Aldosteron. Aldosteron
meningkatkan reabsorbsi natrium dalam tubulus proksimal ginjal, sehingga
meningkatkan reabsorbsi air. Hal ini akan menyebabkan produksi urin dengan
volume sedikit. Meskipun volume urin sedikit, ginjal tetap bisa mengekskresikan
zat-zat yang bersifat toksik dan harus dibuang dari tubuh, sehingga urin yang
dihasilkan berkonsentrasi tinggi atau pekat. Sebagai organ ekskresi utama,
ginjal berperan penting dalam adaptasi tubuh terkait dengan keseimbangan cairan
pada saat berpuasa (Waugh&Grant, 2003; Guyton&Hall, 2006; Sherwood,
2007; Fauziyati, 2008).
Pengaruh Puasa Terhadap Suplai Energi Ke Otak
1.
Meningkatkan Aliran
Darah Ke Otak
Selama sistem pencernaan berjalan, darah akan banyak mengalir
untuk melakukan proses pencernaan. Namun ketika menjalani puasa, perut akan mengalami
kekosongan yang relatif panjang, sehingga volume darah dibagian pencernaan
dapat dikurangi dan digunakan untuk kebutuhan lain terutama untuk melayani
otak. Oleh karena itu, ketika berpuasa otak akan menerima aliran darah yang
lebih tinggi dibandingkan ketika tidak berpuasa.
2.
Meningkatkan Kinerja
Otak
Pada saat berpuasa otak aktif melakukan
pengaturan fungsi tubuh. Otak aktif mengkoordinasi kerja organ-organ terutama
dalam menjaga keseimbangan cairan, seperti hati untuk menyediakan glikogen,
jaringan lemak untuk menyediakan energi, otot skelet sebagai cadangan protein,
ginjal untuk mengatur urin dan lain sebagainya.
3.
Mencerdaskan otak
Di
dalam Kitab Ta‟lim al Muta‟allim karya az Zarnuji ada sebuah keterangan bahwa belajar
paling efektif adalah pada saat perut lapar, karena pada saat perut kenyang,
banyak darah yang tersalur untuk melakukan proses pencernaan. Sewaktu seseorang
berpuasa dan perut kosong maka volume darah akan lebih banyak mengalir ke otak.
Semakin banyak otak menerima suplai darah, maka semakin baik fungsi otak yang
akan mengantarkan pada ketajaman daya pikir, daya ingat, dan lain sebagainya
(Anonim, 2014).
Kesimpulan
Puasa Ramadhan memungkinkan seseorang mengalami pengurangan
konsumsi makanan selama berpuasa di satu bulan penuh. Konsumsi makanan yang
relatif sedikit akan mengakibatkan suplai darah di sistem pencernaan berkurang,
sehingga suplai darah ke otak akan relatif meningkat. Semakin banyak suplai
darah ke otak, semakin tinggi pula suplai nutrisi ke otak. Hal tersebut
mengakibatkan kinerja otak lebih optimal dan berdampak pula pada peningkatan
konsentrasi berfikir sehingga mampu meningkatkan kemampuan kognitif seseorang.
Referensi
Al-Qur’an
dan Terjemahannya. 2008. Departemen Agama RI.
Beshyah
SA, Fathalla W, Saleh AK, Al Kaddour, Noshi M, Al Hateethi H, et al.
Mini-symposium: Ramadhan fasting and the medical patient: an overview for
clinicians. Ibnosina Journal of Medicine and Biomedical Sciences 2010;
2(5): 240-57.
El-Wakil
HS, Desoky I, Lotfy N, Adam AG. Fasting the month of Ramadan by Muslims: Could
it be injurious to their kidneys? Saudi J Kidney Dis Transpl. 2007; 18: 349-54.
Fauziyati,
Ana. 2008. Adaptasi Fisiologis Selama Puasa (Physiological Adaptation During
Fasting). Jurnal Logika, No. 01 Vol. 5 2008.
Firmansyah,
M. Adi. 2015. Pengaruh Puasa Ramadhan pada Beberapa Kondisi Kesehatan. Majalah
Kesehatan Asy-syifa 2015; 230 Vol. 42 No. 7.
Hilda,
Leyla. 2014. Puasa dalam Kajian Islam dan Kesehatan. Jurnal Hikmah, No.
01 Vol. 08 2014.
Qulub,
A. Syifa’ul. 2016. Pengaruh Puasa Terhadap Kecerdasan Spiritual. Jurnal
Pendidikan Islam, No.01 Vol.12 2016.
Sitorus, Rico
Januar. 2008. Faktor-Faktor Risiko
Yang Mempengaruhi Kejadian Stroke Pada Usia Muda Kurang Dari 40 Tahun (Studi
Kasus Di Rumah Sakit Di Kota Semarang). Jurnal Epidemiologi, 2010.
Ulfah,
Zakiah. 2016. Manfaat Puasa Dalam Perspektif Sunnah dan Kesehatan.
Skripsi: Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.
Andreani,
Febby V, Belladonna, M, Hendrianingtyas M. 2018. Hubungan Antara Gula Darah
Sewaktu dan Puasa dengan Perubahan Skor NIHSS pada troke Iskemik Akut. Jurnal
Kedokteran Diponegoro. No. 01 Vol. 07 2018.
Subrata,
SA, Dewi, MV. 2017. Puasa Ramadhan dalam Perspektif Kesehatan: Literatur
Review. Jurnal Studi Islam dan Humaniora: Khazanah. No. 02 Vol. 15 2017.
No comments:
Post a Comment