Puji dan Syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayahnya, makalah ini dapat diselesaikan. Shalawat dan Salam tetap kita curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, kepada sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya yang senantiasa menjalankan sunnah-sunnah beliau.
Tidak lupa penyusun ucapkan kepada Bapak/Ibu guru yang telah membimbing dan memberikan ilmunya kepada penyusun, dan juga teman-teman yang ikut menyumbang pikirannya sehingga makalah ini dapat diselesaikan.
Penyusun mohon kepada bapak/Ibu guru khususnya, dan umumnya kepada para pembaca apabila menemukan kesalahan atau kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari segi bahasanya maupun isinya, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun kepada semua pembaca demi lebih baiknya makalah – makalah yang akan datang.
Mekarjaya, 15 Januari 2015
Penyusun
BAB I
Pendahuluan
A. Latar belakang
Pada masa kedatangan dan penyebaran Islam di Indonesia terdapat beraneka ragam suku bangsa, organisasi pemerintahan, struktur ekonomi, dan sosial budaya. Suku bangsa Indonesia yang bertempat tinggal di daerah-daerah pedalaman, jika dilihat dari sudut antropologi budaya, belum banyak mengalami percampuran jenis-jenis bangsa dan budaya dari luar, seperti dari India, Persia, Arab, dan Eropa. Struktur sosial, ekonomi, dan budayanya agak statis dibandingkan dengan suku bangsa yang mendiami daerah pesisir. Mereka yang berdiam di pesisir, lebih-lebih di kota pelabuhan, menunjukkan ciri-ciri fisik dan sosial budaya yang lebih berkembang akibat percampuran dengan bangsa dan budaya dari luar.
Proses Islamisasi di Indonesia,Dalam masa kedatangan dan penyebaran Islam di Indonesia, terdapat negara-negara yang bercorak Indonesia-Hindu. Di Sumatra terdapat kerajaan Sriwijaya dan Melayu; di Jawa, Majapahit; di Sunda, Pajajaran; dan di Kalimantan, Daha dan Kutai. Agama Islam yang datang ke Indonesia mendapat perhatian khusus dari kebanyakan rakyat yang telah memeluk agama Hindu. Agama Islam dipandang lebih baik oleh rakyat yang semula menganut agama Hindu, karena Islam tidak mengenal kasta, dan Islam tidak mengenal perbedaan golongan dalam masyarakat. Daya penarik Islam bagi pedagangpedagang yang hidup di bawah kekuasaan raja-raja Indonesia-Hindu agaknya ditemukan pada pemikiran orang kecil. Islam memberikan sesuatu persamaan bagi pribadinya sebagai anggota masyarakat muslim. Sedangkan menurut alam pikiran agama Hindu, ia hanyalah makhluk yang lebih rendah derajatnya daripada kasta-kasta lain. Di dalam Islam, ia merasa dirinya sama atau bahkan lebih tinggi dari pada orang-orang yang bukan muslim, meskipun dalam struktur masyarakat menempati kedudukan bawahan.
Proses islamisasi di Indonesia terjadi dan dipermudah karena adanya dukungan dua pihak: orang-orang muslim pendatang yang mengajarkan agama Islam dan golongan masyarakat Indonesia sendiri yang menerimanya. Dalam masa-masa kegoncangan politik, ekonomi, dan sosial budaya, Islam sebagai agama dengan mudah dapat memasuki & mengisi masyarakat yang sedang mencari pegangan hidup, lebih-lebih cara-cara yg ditempuh oleh orang-orang muslim dalam menyebarkan agama Islam, yaitu menyesuaikan dengan kondisi sosial budaya yang telah ada. Dengan demikian, pada tahap permulaan islamisasi dilakukan dengan saling pengertian akan kebutuhan & disesuaikan dengan kondisi masyarakatnya. Pembawa dan penyebar agama Islam pada masa-masa permulaan adalah golongan pedagang, yang sebenarnya menjadikan faktor ekonomi perdagangan sebagai pendorong utama untuk berkunjung ke Indonesia. Hal itu bersamaan waktunya dengan masa perkembangan pelayaran dan perdagangan internasional antara negeri-negeri di bagian barat, tenggara, dan timur Asia.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana sejarah islamisasi yang terjadi di Indonesia ?
C. Tujuan Penulisan
Agar kita semua dapat mengetahui sejarah islamisasi yang terjadi di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A. PEMEGANG PERAN PENYEBARAN AGAMA ISLAM DI INDONESIA
Proses penyebaran agama Islam di berbagai daerah di Indonesia dilakukan dengan cara yang dapat diterima Oleh masyarakat setempat. Dengan demikian, agama Islam dapat diterima dengan mudah olehbangsa Indonesia. Golongan yang berperan dalam proses penyebaran agama Islam di Indonesia adalah sebagai berikut.
1. PERAN ULAMA
Agama Islam pada awalnya dibawa oleh para pedagang dari Arab, Persia, dan India, kemudian disebarkan dan dikembangkan oleh para ulama dan mubalig Indonesia, seperti berikut.
a. DaIu’ri Bandang dan Dato Sulaeman yang menyebarkan agama Islam di Gowa dan Tallo, Sulawesi Selatan.
b. Dato’ri Bandang bersama TuanTunggang’ri Parangan yang melanjutkan penyebaran agama Islam sampai ke Kutai, Kaljmantan Timur.
c. Para wali dengan sebutan Wali Sanga yang menyebarkan agama Islam di Pulau Iawa.
Sebenarnya Wali Sanga adalah nama suatu clewan mubalig di jawa. Apabila salah satu anggota dewan wafat, ia digantikan oleh wali yang lain berdasarkan musyawarah. Setiap wali mempimyai tugas melanjutkan penyiaran Islam di Pulau I-awa. Berikut ini adalah nama- nama Wali Sanga.
a. Maulana Malik Ibrahim, berasal dari Persia dan kemudian menetap di Gresik (dikenal dengan nama Sunan Gresik).
b. Sunan Ampel, semula bernama Raden Rahmat dan berkedudukan di Ampel, dekat Surabaya. Sunan Bonang, semula bernama Mahdum Ibrahim adalah putra Raden Rahmat yang berkedudukan di Bonang, dekat Tuban.
c. Sunan Drajat, semula bernama Syarifudin adalah putra Raden Rahmat berkedudukan di Drajat, dekat Sedayu. Sunan Giri, semula bernama Raden Paku adalah murid Sunan Ampel yang berkedudukan di Girl, dekat Gresik.
d. Sunan Muria, semula bernama Raden UmarSaid dan berkecludukan di Gunung Muria, di daerah Kudus.
e. Sunan Kalijaga, semula bernama Joko Said dan.berkedudukan di Kadilangu, dekat Demak.
f. Sunan Kudus, semula bernama Iafar Sidiq dan berkedudukan di Kudus.
g. Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah yang berkedudukan di Gunung Jati, Cirebon.
Dalam penyebaran Islam di Iawa, peran Wali Sanga sangat besar. Dengan penuh kesadaran dan kearifan, agama Islam disampaikan kepada masyarakat. Dakwah Islam disampaikan dengan penuh
kebijaksanaan. Oleh karena itu, agama Islam diterima dan cepat berkembang di Pulau Iawa. Selain Wali Sanga, masih banyak wali lain yang memiliki andil besar dalam pengembangan ajaran Islam di Pulau Iawa. Beberapa wali yang dimaksud adalah Syekh Subakir, SLUIEIII Geseng, Syekh Mojo Agung, dan Syekh Siti jenar. Pada awalnya, Syekh Siti Jenar termasuk anggota Wali Sanga, tetapi karena ajarannya membahayakan, Syekh Siti Jenar dicoret dari Wali Sanga dan digantikan oleh Sunan Bayat.
Setelah memiliki pengaruh kuat di Jawa, agama Islam berkembang ke wilayah Nusantara yang lain, seperti Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku. Penyiaran agama Islam di Kalimantan dilakukan Oleh Kerajaan Demak. Islam tersebar dj Maluku, Ternate, dan Tidore setelah Sultan Ternate Zainal Abidin belajar agama Islam ke Giri, Iawa Timur. Sepulangnya dari belajar agama, ia menyampaikan ajaran Islam kepada rakyatnya.
v PERAN WALI SONGO DALAM MENGEMBANGKAN ISLAM
Peran wali sanga untuk menyebarkan agama Islam dalam berbagai bidang di daerah Pulau Jawa dan Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Pendidikan
Peran walisongo di bidang pendidikan terlihat dari aktivitas mereka dalam mendirikan pesantren, sebagaimana yang dilakukan oleh Sunan Ampel, Sunan Giri, dan Sunan Bonang.
Sunan Ampel mendirikan pesantren di Ampel Denta (dekat Surabaya) yang sekaligus menjadi pusat penyebaran Islam yang pertama di Pulau Jawa. Muridnya antara lain Raden Paku (Sunan Giri), Raden Makdum Ibrahim (Sunan Bonang), Raden Kosim Syarifuddin (Sunan Drajat), Raden Patah (yang kemudian menjadi sultan pertama dari Kerajaan Islam Demak), Maulana Ishak, dan banyak lagi.
Sunan Giri mendirikan pesantren di daerah Giri. Santrinya banyak berasal dari golongan masyarakat ekonomi lemah. Ia mengirim juru dakwah terdidik ke berbagai daerah di luar Pulau Jawa seperti Madura, Bawean, Kangean, Ternate dan Tidore.
Sunan Bonang memusatkan kegiatan pendidikan dan dakwahnya melalui pesantren yang didirikan di daerah Tuban. Sunan Bonang memberikan pendidikan Islam secara mendalam kepada Raden Fatah, putera raja Majapahit, yang kemudian menjadi sultan pertama Demak. Catatan-catatan pendidikan tersebut kini dikenal dengan Suluk Sunan Bonang.
2. Politik
Beberapa wali sanga menjadi penasehat kerajaan. Sunan Gunung Jati bahkan menjadi raja. Sunan Ampel sangat berpengaruh di kalangan istana Majapahit. Isterinya berasal dari kalangan istana dan Raden Patah (putra raja Majapahit) adalah murid beliau. Dekatnya Sunan Ampel dengan kalangan istana membuat penyebaran Islam di daerah Jawa tidak mendapat hambatan, bahkan mendapat restu dari penguasa kerajaan.
Sunan Giri fungsinya sering dihubungkan dengan pemberi restu dalam penobatan raja. Setiap kali muncul masalah penting yang harus diputuskan, wali yang lain selalu menantikan keputusan dan pertimbangannya. Sunan Kalijaga juga menjadi penasehat kesultanan Demak Bintoro.
3. Dakwah
Peran walisongo yang sangat dominan adalah di bidang dakwah, baik dakwah bil lisan maupun bil hal. Sebagai mubalig, walisongo berkeliling dari satu daerah ke daerah lain dalam menyebarkan agama Islam. Sunan Muria dalam upaya dakwahnya selalu mengunjungi desa-desa terpencil. Salah satu karya yang monumental dari walisongo adalah mendirikan mesjid Demak. Hampir semua walisongo terlibat di dalamnya. Adapun sarana yang dipergunakan dalam dakwah berupa pesantren-pesantren yang dipimpin oleh para walisongo dan melalui media kesenian, seperti wayang. Mereka memanfaatkan pertunjukan-pertunjukan tradisional sebagai media dakwah Islam, dengan menyisipkan nafas Islam ke dalamnya. Syair lagi gamelan ciptaan para wali tersebut berisi pesan tauhid, sikap menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya.
4. Seni Budaya
Sunan Kalijaga terkenal sebagai seorang wali yang berkecimpung di bidang seni. Sebagai budayawan dan seniman, banyak karya Sunan Kalijaga yang menggambarkan pendiriannya. Di antaranya adalah gamelan, wayang kulit, dan baju takwo. Sunan Ampel menciptakan Huruf Pegon atau tulisan Arab berbunyi bahasa Jawa. Hingga sekarang huruf pegon masih dipakai sebagai bahan pelajaran agama Islam di kalangan pesantren.
Sunan Giri juga sangat berjasa dalam bidang kesenian, karena beliau menciptakan tembang-tembang dolanan anak-anak yang bernafaskan Islam. Sunan Drajat juga tidak ketinggalan untuk menciptakan tembang Jawa yang sampai saat ini masih digemari masyarakat, yaitu Gending Pangkung, semacam lagu rakyat di Jawa. Sunan Bonang dianggap sebagai pencipta gending pertama dalam rangka mengembangkan ajaran Islam di pesisir utara Jawa Timur. Dalam menyebarkan agama Islam, Sunan Bonang selalu menyesuaikan diri dengan corak kebudayaan masyarakat Jawa yang sangat menggemari wayang serta musik gemelan.
2. PERAN PEDAGANG
Sejak abad ke-7, pedagang muslim dari Arab, Persia, dan India telah ikut ambil bagian dalam kegiatan perdagangan di Indonesia. Di samping berdagang, para pedagang Islam dapat menyampaikan dan menyebarkan agama Islam. Saluran islamisasi melalui perdagangan terjadi sangat intensif dan dinamis. Alasannya sebagai berikut.
a. Dalam agama Islam tidak ada pemisahan antara manusia sebagai pedagang dan kewajibannya sebagai muslim un tuk menyampaikan ajaran kepercayaannya kepada pihak lain.
b. Perdagangan pada masa Islam di Indonesia sangat menguntungkan Karenna banyak golongan bangsawan dan raja yang ikut dalam perdagangan, bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham.
Kehadiran para pedagang muslim itu diterima dengan sikap terbuka oleh penguasa setempat. Sikap bersahabat yang ditampilkan oleh para pedagang itu membuat mereka tidak mengalami kesulitan saat rnengenalkan ajaran dan nilai-nilai Islam. Bahkan, penguasa setempat memperkenankan rakyatnya menjadi muslim. Misalnya, pada abad ke-14, penguasa Ternate yang bukan muslim, tidak keberatan ketika sejumlah rakyatnya masuk Islam. Keterbukaan yang sama muncul juga di Kerajaan Majapahit yang beragarna Hindu. Hal lain yang dapat mempercepat proses penyebaran Islam melalui perdagangan adalah keadaan politik beberapa kerajaan, yaitu para adipatinya yang berada di daerah pesisir berusaha melepaskan diri dari pusat. Mereka cenderung rnasuk Islam dan mengembangkan kekuasaannya di kalangan masyarakat pesisir dan pedagang Islam.
3. PERAN MUSLIM CINA
Peran etnis Cina dalam percaturan sejarah nasional memiliki keunikan tersendiri jika dibandingkan dengan etnis minoritas yang lain, seperti Arab dan India. Etnis Cina banyak mewarnai kehidupan sosial politik di masa lalu, termasuk sumbangsih mereka dalam upaya penyebaran agama Islam di Nusantara, khususnya di tanah Jawa.
Komunitas muslim Cina yang tinggal di tanah Jawa pada urnumnya berasal dari wilayah Kanton (Guang- zhou), Chuang-Chou, Cl1ang~Ch0u, Yunan, Swatow, dan beberapa kawasan di Cina Selatan yang menjadi basis agama Islam. Karena mereka menguasai ilmu pelayaran dan navigasi, banyak di antara mereka yang berlayar ke kawasan Asia Tenggara, termasuk ke Pulau jawa di Indonesia. Mereka merantau sebagai pedagang atau pelarian politik. Setibanya di pantai utara Pulau jawa, orang muslim Cina kemudian berbaur dengan penduduk setempat. Kendati mereka tidak mempunyai tujuan khusus berdakwah, dengan proses asimilasi itu secara tidak langsung mereka memperkenalkan agama Islam yang dianutnya kepada penduduk pribumi.
Masyarakat muslim Cina telah ada jauh sebelum VOC menguasai Jawa pada abad ke-17. Pada awalnya mereka mendiami kawasan utara dan kota pelabuhan di Iawa. Kemudian sambil berdagang
mereka mengembangkan sufisme yang rasional dalam kehidupan beragama. Berinula dari kota pelabuhan itu, Islam terus merambah ke bcrbagai wilayah pedalaman di Pulau Iawa. Ajaran Islam yang egaliter dan tidak mengenal sistem kasta sanggup mengambil hati penduduk Jawa sehingga mampu berkembang dengan pesat.
Info Sejarah
Pada abad ke 15 sekitar tahun 1407 armada Laksamana Ceng- Ho (Zeng He) atau Sam P0 Bo atau Sam Po Kong tiba di Kukang, Palembang Sumatra dan mulailah terbeniuk komunitas muslim Cina sampai saat ini antara lam di Pamal Samudra Tanjung Gcndol dan mazhab Hanafi di Palembang dan di Sambas di Kalimantan Barat. Hap Ma Huan, asisten Laksamana Chang-Ho, dalam bukunya Yingya Shenglam (Pemandangan Indah di Seberang Samudra) menuliskan sebelum Ceng-Ho tlba dl Nusantara sudah ada sejumlah muslim cina. Bukti kunjungan armada Laksaman Cheong-Ho masih tersisa sampai saat ini, antara lain pantai samudra Tanjung Gondol dan di desa Sungai: Raya Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Bengkayang dalam wujud kelenteng dan jejak telapak kaki de atas batu granit yang dimuliakan oleh penduduk setempat dimuliakan oleh penduduk setempat
Metode yang digunakan muslim Cina dalamm enyebarkan agama Islam di Nusantara adalah dengan banyak cara, seperti yang dilakukan para Wali Sanga. Selain melalui pendidikan agama, dakwah juga dilakukan melalui pendekatan budaya dan asimilasi dengan masyarakat lokal. Mereka berbaur dan menikah dengan penduduk pribumi, serta mengajak pasangan dan keluarganya memeluk agama Islam. Melalui metode seperti itu, kemudian muncul kornunitas muslim Cina di Nusantara, seperti di Palembang dan Sambas yang merupakan komunitas muslim Cina pértama di Nusantara. Bukti-bukti peninggalan komunitas muslim Cina di Indonesia adalah sebagai berikut.
a. Bangunan Masjid dan Makam
Bangunan masjid dan makam banyak ditemukan di berbagai daerah, seperti Masjid Cheng—H0 di Surabaya dan makam orang Cina muslim di Cirebon.
b. Berita dari Kudus ]awa Tengah
Pada pertengahan abad ke-16, di wilayah Kudus, Jawa Tengah hidup seorang kiai terkenal yang bernama Kiai Telingsing (Mbah Sing). Kiai tersebut sangat ahli di bidang perekonomian, perdagangan, dan ilmu kanuragan (bela diri). Keahliamiya itu tidak hanya terkenal di Kudus saja, tctapi hingga ke wilayah di sekitar kabupaten tersebut. Bahkan Sunan Kudus pernah berguru ilmu bela diri kepada Kiai Telingsing.
Hubungan keduanya berlanjut ketika Sunan Kudus meminta kcsodiaan Kiai Telingsing untuk mrut serta dalam penyebaran Islam di Iawa. Sanipai sekarang, tahun wafat Kiai Telingsing yang jatuh pada tanggal 15 Sura masih diperingati. Sejarawan lokal, Solihin Salam, mengideiitikkan Kiai Telingsing dengan nama The Ling Sing. Sedangkan takmir Masjid Nganjuk, Wali Abdullah, menyebutnya Tan Ling Sing. Masjid itu dipercaya penduduk lokal sebagai tempat bertemunya Sunan Kudus dengan Kiai Telingsing.
Info Sejarah
Sebagian besar kompleks makam kiai Telingsing, bentuk bangunannya masih asli dan makam ini mirip dengan bangunan zaman Hindu. Bangunan aslinya terbuat dari bata merah kuno, ukuran besar, dengan sistem gosok tanpa perekat. Makam ini berukuran panjang 1.296 cm, lebar 12 cm dan tinggi nisan 48 dari bata merah kuno. Berdasarkan teknik dan bahan ikan, masjid ini sezaman dengan Masjid Menara Kudus. Namun, tahun berapa Kiai Telingsing meninggal belum diketahui.
Dua pintu depan yang berukuran kecil, tingginya kurang dari 150 lnnya masih asli dan ma_kam ini mirip dengan ha‘ cm. Pintutersebutpada awalnyaiinggi, namun Karena sesuatu hal ran Hindu. Bangunan aslinya terbuat dari bata merah bangunan dan pimu mlorot (turun) menjadi pendek. Kalau mau masuk ke makam, kepala harus menunduk karena memang rendah untuk dilalui. Filosofi pintu pendek ini dapat diartikan kalau masuk ke dalam makam harus meminta izin atau ku/anuwun dengan menundukkan kepala.
c. Berita dari Salatiga
Di daerah Salatiga juga berkembang cerita yang menyangkut keberadaan tokoli muslim Cina. Di daerali Kalibening, Kecamatan Rancluacir, pernali hidup seorang muslim Cina yang menyebarkan
agama Islam di daerali itu, yaitu Lie Beng Ing. Nama asal desa Kalibening pun kcmudian dihubungkan dengan tokoh muslirn Cina tersebut. Diduga Lie Beng Ing adalah salah satu anggota rombongan
ekspedisi Laksamana Cheng-H0 yang menolak kembali ke negaranya.
d. Ekspedisi Laksamana
Cheng-H0 Cheng—Ho merupakan seorang muslim Cina yang hidup sekitar abad ke—15. Semasa hiclupnya, Cheng—H0 atau Zheng—He melakukan petualangan antarbenua selama tujuh kali berturut-turut dalam kurun waktu 28 tahun (1405—1433). Tidak kurang dari 30 negara di Asia, Timur Tengah, dan Afrika pernah disinggahinya.
Ekspedisi Cheng-H0 ke Samudra Barat (sebutan untuk lautan di sebelah barat Laut Cina Selatan sampai Afrika Timur) mengerahkan armada yang sangat besar. Pelayaran pertama mcngcrahkan 62 kapal besar dan belasan kapal kecil yang digerakkan 27.800 orang. Pelayaran ketujuh terdiri atas 61 kapal bcsar dan 2-16 kapal kecil yang membawa 27.550 orang.
Ketika Kaisar Ming mencanangkan program pengembalian kejayaan Cina akibat kejatuhan Dinasti Mongol (1368), Cheng-H0 yang telah menjadi perwira kerajaan menawarkan diri untuk mengadakan muhibah ke berbagai penjuru negeri.
Armada Cina di bawah komando Cheng-Ho memulai ekspedisinya tahun 1505. Rombongan itu lebih dahulu menunaikan salat di masjid tua di kota Quanzhou (Provinsi Fujian). Pelayaran pertama itu mampu mencapai kawasan Asia Tenggara (Semenanjurig Malaya, Sumatra, dan Iawa). Tahun 1407—1409, ia kembali mengadakan ekspedisi, sampai mencapai Aden, Teluk Persia, dan Moghadisu (Afrika Timur). Beberapa tokoh muslim Cina yang pernah ikut berlayar adalah Ma- Huan, Guo Chongli, Fe-Xin, Hassan, Shaban, dan Pu Heri.
Dalam kurun waktu 1405—1-433, Cheng-H0 pemah singgah di Kepulauan Nusantara sebanyak tujuh kali. Ketika berkunjung ke Samudra Pasai, dia menghadiahi lonceng raksasa Cakradonya kepada Sultan Aceh. Lonceng tersebut saat ini tersimpan di museum Banda Aceh. Tempat lain yang dikunjunginya adalah Palembang dan Bangka.
Selanjutnya, ia singgah di Pelabuhan Bintang Mas (sekarang Tanjung Priok). Tahun 1415 ia mendarat di Muara Iati (Cirebon). Beberapa cendera mata khas Cina dipersembahkan kepada Sultan Cirebon. Sebuah piring bertuliskan Ayat Kursi saat ini masih tersimpan di Keraton Cirebon. Ia melanjutkan perjalanannya ke Tuban (]awa Timur). Kepada warga pribumi, Cheng-Ho mengajarkan tata cara pertanian, peternakan, dan perikanan. Hal yang sama juga dilakukan waktu rombongan mereka singgah di Gresik.
Kemudian, rombongan itu melanjutkan lawatan ke Surabaya. Pada hari Iumat, Cheng-H0 mendapat kehormatan menyampaikan khotbah di hadapan warga Surabaya yang jumlahnya mencapai ratusan orang. Kunjungan dilanjutkan ke Mojokerto yang waktu ini menjadi pusat Kerajaan Majapahit.
B. PERKEMBANGAN AGAMA ISLAM DL BERBAGAI DAERAH DI INDONESIA
Kedatangan agama Islam di berbagai daerah di Indonesia ternyata tidak bersamaan. Hal itu disebabkan oleh faktor komunikasi, situasi dan kondisi politik, serta latar belakang sosial budaya masyarakat setempat yang ikut menentukan proses islarnisasi di Indonesia.
1. PERKEMBANGAN AGAMA ISLAM DI PULAU SUMATRA
Berita Cina dan Berita Arab memberikan bukfi bahwa sejak abad ke—7 atau abad ke-8, perdagangan antara orang Arab, Persia, India, Indonesia, dan Cina sudah ramai. Sebelum abad ke-9, sudah ada perkampungan pedagang Arab di Meglio dan pada abad ke-11 terdapat di Kalah, Takuapa, Qaquallah, dan Lamuri (Aceh). Dengan demikian, pada era kekuasaan Sriwijaya, pedagang muslim telah berlalu lalang di Selat Malaka dalam pelayaran ke Asia Tenggara dan Asia Timur.
Sejalan dengan kemunduran Keraiaan Sriwljaya pada abad ke- l3, selain mendapat keuntungan dagang maka pedagang muslim juga memberi penga ruh politik. Di Aceh mereka menjadi pendukung berdirinya Kerajaan Samudra Pasai yang bercorak Islam. Berawal dari Samudra Pasai,
Islam kemudian berkembang ke Malaka. Diperkirakan pada abad ke-14 di Malaka sudah terdapat masyarakat muslim. Dengan semakin meluasnya perkembangan masyarakat muslim di Malaka, terbentuk kekuasaan politik, yaitu Kerajaan Malaka pada awal abad ke—15. Situasi politik waktu itu
memungkinkan kerajaan bercorak Islam berkembang. Bersamaan clengan tumbuhnya Malaka, peranan politik Majapahit waktu itu menurun.
Pada awalnya Islam berkembang di daei-ah pesisir. Dalam Suma Oriental, Tome Pires menyebutkan bahwa pada awal abad ke—16 daerah di bagian pesisir Sumatra Utara dan Bagian timur Malaka, yaitu dari Aceh sampai Palembang, sudah banyak masyarakat dan kerajaan Islam. Daerah pedalaman pada umumnya masih menganut kepercayaan lama. Proses islamisasi di daerah pedalaman Aceh dan Sumatra Barat baru terjadi sejak Aceh melakukan ekspansi politik pada abad ke—16—17.
TOKOH-TOKOH SEJARAH ISLAM DI SUMATERA
a. Sultan Malik Al-Saleh
Sultan Malik Al-Saleh adalah pendiridan raja pertama Kerajaan Samudera Pasai. Sebelum menjadi rajabeliau bergelar Merah Sile atau MerahSelu. Beliau adalah putera Merah Gajah. Diceritakan Merah Selu mengembara dari satu tempat ke tempat lain. Akhirnya, beliau berhasil diangkatmenjadi raja di suatu daerah, yaituSamudra Pasai. Merah Selu masuk Islam berkat pertemuannyadengan Syekh Ismail, seorangSyarif Mekah. Setelah masuk Islam,Merah Selu diberi gelar Sultan Malik Al-Saleh atau Sultan Malikus Saleh. Sultan Malik Al-Saleh wafat padatahun 1297 M.
b. Sultan Ahmad (1326-1348)
Sultan Ahmad adalah sultan Samudera Pasai yang ketiga. Beliau bergelar Sultan Malik Al-Tahir II. Pada masa pemerintahan beliau, Samudera Pasai dikunjungi oleh seorang ulama Maroko, yaitu Ibnu Battutah. Ulama ini mendapat tugas dari Sultan Delhi, India untuk berkunjung ke Cina. Dalam perjalanan ke Cina Ibnu Battutah singgah di Samudera Pasai. Ibnu Battutah menceritakan bahwa Sultan Ahmad sangat memperhatikan perkembangan Islam. Sultan Ahmad selalu berusaha menyebarkan Islam ke wilayah-wilayah yang berdekatan dengan Samudera Pasai. Beliau juga memperhatikan kemajuan kerajaannya.
c. Sultan Alauddin Riyat Syah
Sultan Alauddin Riyat Syah adalah sultan Aceh ketiga. Beliau memerintah tahun 1538-1571. Sultan Alauddin Riyat Syah meletakan dasardasar kebesaran Kesultanan Aceh. Untuk menghadapi ancaman Portugis, beliau menjalin kerja sama dengan Kerajaan Turki Usmani dan kerajaankerajaan Islam lainnya. Dengan bantuan Kerajaan Turki Usmani, Aceh dapat membangun angkatan perang yang baik. Sultan Alauddin Riyat Syah mendatangkan ulama-ulama dari India dan Persia. Ulama-ulama tersebut mengajarkan agama Islam di Kesultanan Aceh. Selain itu, beliau juga mengirim pendakwah-pendakwah masuk ke pedalaman Sumatera, mendirikan pusat Islam di Ulakan, dan membawa ajaran Islam ke Minang Kabau dan Indrapura. Sultan Alauddin Riyat Syah wafat pada tanggal 28 September 1571.
d. Sultan Iskandar Muda (1606-1637)
Sultan Iskandar Muda adalah sultan Aceh yang ke-12. Beliau memerintah tahun 1606-1637. Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, Aceh mengalami puncak kemakmuran dan kejayaan. Aceh memperluas wilayahnya ke selatan dan memperoleh kemajuan ekonomi melalui perdagangan di pesisir Sumatera Barat sampai Indrapura. Aceh meneruskan perlawanan terhadap Portugis dan Johor untuk merebut Selat Malaka. Sultan Iskandar Muda menaruh perhatian dalam bidang agama. Beliau mendirikan sebuah masjid yang megah, yaitu Masjid Baiturrahman. Beliau juga mendirikan pusat pendidikan Islam atau dayah. Pada masa inilah, di Aceh hidup seorang ulama yang sangat terkenal, yaitu Hamzah Fansuri.
Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, disusun sistem perundang- undangan yang disebut Adat Mahkota Alam. Sultan Iskandar Muda juga menerapkan hukum Islam dengan tegas. Bahkan beliau menghukum rajam puteranya sendiri. Ketika dicegah melakukan hal tersebut, beliau mengatakan, “Mati anak ada makamnya, mati hukum ke mana lagi akan dicari keadilan.” Setelah beliau wafat, Aceh mengalami kemunduran
KERAJAAN KERAJAAN ISLAM YANG MEMPENGARUHI MASUKNYA ISLAM DI SUMATRA
Kerajaan kerajaan islam juga sangat berperan penting dalam masuknya islam di pulau Sumatra . adapun kerajan islam di Sumatra sebagai berikut
1) Kerajaan samudera pasai
Samudera pasai adalah kerajaan islam pertama di Indonesia . Kerajaan ini berdiri sekitar abad 13 masehi. Pusat kerajaannya terletak di pantai timur Sumatra yang kini telah berada di sekitar Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara, Provinsi Aceh, Indonesia. Kerajaan ini merupakan kerajaan islam yang berkembang dengan pesat dan mencakup semua lapisan mulai dari kaum bangsawan dan para uleebalang ( bangsawan) . Kerajaan ini didirikan oleh merah silu atau yang biasa disebut sultan malikus saleh sekitar tahun 1285 M . dia diangkat menjadi raja oleh syekh ismail yaitu seorang mubalig Islam yang berkedudukan di mesir. Dalam pemerintahannya Sultan malikus saleh dibantu oleh Seri Kaya (Ali khairuddin), Bawa kaya ( Sidi Ali hasanuddin) dan Fakin Muhammad (mubalig yang berasal dari mesir )pada tahun 1297 Sultan Malikus saleh wafat dan memberikan warisan yang berupa kepimimpinan kepada putranya malikud dahir.
Sultan Malikud dahir I (Muhammad) menjabat 29 tahun dan akhirnya wafat pada tahun 1326 M dan memberikan warisan berupa kekuasaan kepada anaknya Sultan malikud dahir II
Sultan Malikud dahir II ( Ahmad bahaim syah ) Raja ini terkenal sangat alim dan rajin berdakwah dalam pemerintahannya ia dibantu oleh ulama yang dijadikan hakim yang berasal dari syiraz (iran). Pada masa ini kerajaan samudera pasai memiliki armada kapal dagang yang tangguh. Akhirnya pada tahun 1348 ia wafat dan digantikan oleh putranya Zainal abidin
Zainal abidin dijadikan sebagai raja diusainya yang muda , sehingga dalam menjalankan kebijakannya banyak dipengaruhi oleh para pembantunnya yang menyebabkan kurang sesuai dengan kehendak rakyat . Akhirnya pada masa itu kerjaan ini mengalami kemunduran .
Karena mengalami kemunduran hal ini dimanfaatkan oleh kerajaan majapahit dan kerajaan siam . 2 kerajaan tsb. Menyerang dan menyandera Zenal abidin dan akhirnya setelah 58 tahun berkuasa Zaenal abiding pun wafat. Lama kelamaan karena tidak ada yang mampu lagi mengangkat kerjaan pasai kerajaan ini menjadi kerajaan kecil yang ada dibawah kekuasaan kerajaan lain.
2) Kerajaan Malaka
Menurut sejarah kerajaan ini didirikan oleh seorang bangsawan yang masih keturunan Majapahit yang bernama Paramisora. Setelah beliau masuk islam dan menjadikan agama Islam sebagai agama kerajaan beliau menggunakan nama dengan gelar Sultan Muhammad syah. Dan mulai saat itu Malaka menjadi pusat perdagangan Asia Tenggara dan pusat penyebaran Islam. Dari Malaka Islam berkembang di kepulauan Nusantara, bahkan sampai ke Brunai dan Filifina Selatan (Mindanao).
3) Kerajaan Aceh
Kerajaan ini merupakan kerajaan yang menjadi pusat pengembangan islam di melayu. Kerajaan aceh ini juga sering berperang dengan portugis karena ingin mencegah berkembangnya agama kristiani di melayu. Kerjaan ini juga sebagai pendidikan islam yang akhirnya memunculkan golongan golongan ulama dan ilmuwan seperti , Hamzah fansuri Nuruddin alraniri dll. Raja pertamanya adalah Sultan Ali Mughayat Syah , kerajaan ini berhasil memperluas kekuasaan dan menyatukan kerjaan kerajaan yang ada disekitarnya . setelah sultan ali mughayat syah wafat pemerintahan dipimipin oleh Sultan salahudin keadaan aceh pada saat itu sangat lemah dan cenderung memberikan peluang untuk bekerja sama dengan portugis , akhirnya salahudin dijatuhkan Adapun masa kejayaan Kerajaan aceh yang terjadi pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607 – 1636 M). Hampir dua pertiga Pulau Sumatera menjadi wilayah Aceh. Pada masa ini juga hidup seorang ulama besar yang bernama Nurudin Ar-Raniry, beliau mengarang sebuah buku sastra yang bernilain tinggi dengan judul “Bustanus Salatina” (taman raja-raja). Buku ini terdiri atas tujuh jilid berisikan sejarah Tanah Aceh dalam hubungannya dengan sejarah Islam
.4) Kerajaan Perlak
Sultan Perlak adalah Sultan Alaidin Sayid Mauana Abdul Aziz Syah. Ia dilantik pada tanggal 1 Muharram tahun 225 H.
5) Islam di Barus
Papan Tinggi adalah sebuah pemakaman di Bandar Barus, pantai barat Sumatera Utara. Di salah satu batu nisan terdapat sebuah nama Said Mahmud al-Hadramaut. Selain itu seorang Islam bernama Sulaiman telah sampai di Pulau Nias pada tahun 851 M. Sulaiman menyebutkan Bandar Barus itu penghasil kapur barus dan ia singgah di bandar ini.
6) Islam di Sumatera Timur
Sebuah makam ulama yang bernama Imam Shadiq bin Abdullah wafat 23 Sya’ban 998 H ditemukan di Klumpang, Deli yaitu bekas kerajaan Haru/ Aru.
Info Sejarah
Tome Pires menyebutkan bahwa pendiri Malaka adalah Para-meswara. seorang pangeran dari Palembang yang merupakan iaan Sriwijaya, sebuah kerajaan yang terkenal dan memiliki kekerabatan dengan Syailendraa. Pada tahun 1377, Sriwijaya ditaklukkan oleh Majapahit dan saat itu Parameswara telah menikah dengan putri dari Majapahit Parameswara tidak mau membayar dan Majapahit, ia lalu mendeklarasikan kemerdekaannya. Parameswara melarikan diri saat tentara Majapahit menyerang dan memusnahkan Palembang. Di Tumasik, Parameswara membunuh Tamagi, seorang wakil Kerajaan Siam. Pada tahun 1398, Kerajaan Ayutthaya menyerang Tumasik dan Parameswara melarikan diri ke Sungai Muar lalu ke Sungai Bertam. Pengikutnya yang berjumlah 1400 orang menginginkan Sungai Benam dijadikan perkampungan dan akhimya menjadi Kerajaan Malaka.
2. PERKEMBANGAN AGAMA ISLAM DI PULAU JAWA
Penyebaran Islam di Pulau Iawa dicluga berasal dari Malaka. Namun, kapan hal itu berlangsung belum dapat diketahui dengan pasti. Bukti terlua tentang Islam di Iawa adalah batu nisan makam Fatimah binti Maimun di Leran, Gresik, yang berangka tahun 475 H atau 1082 M. Hal itu bukan berarti bahwa islamisasi pada masa itu telah meluas di Iawa Timur. Adanya masyarakat Islam di Iawa Timur diperkirakarr baru terbentuk pada masa puncak kebesaran Majapahit. Di saat Majapahit mengalami masa suram, yaitu pada a al abad ke - 15, muncul kota Tuban dan Gresik sebagai pusat penyebaran lslam yang pengaruhnya meluas sampai ke Maluku. Berdasarkan sumber tertulis dari Antonio Pigafetta dapat dipastikan bahwa pada awal abad ke-16 peranan politik di Jawa telah berada di tangan Demak. Namun, runtuhnya Majapahit yang berpusat di Daha pada tahun 1526, bukan berarti daerah Jawa Timur telah dikuasai Islam. Kerajaan kecil, séperti Panarukan, Pasuruan, dan Blambangan, masih bertahan sampai zaman Mataram (abad ke-17), yaitu masa pemerintahan Sultan Agung dan Amangkurat.
Berawal dari Demak, Islam meluas ke daerah pesisir utara ]awa Barat. Menurut Tome Pires, pengaruh Islam di daerah Cirebon sudah ada sekitar tahun 1470-1475. Kemudian, Dipati Unus menguatkan keduclukan politiknya atas daerah itu. Menurut Debarros, Dipati Unus dari Demak juga menjadi penguasa wilayah Iawa Barat. Berdasarkan sumber tradisional, penyebaran Islam ke daerah Cirebon dilakukan oleh Fatahillah atau Faletehan atas perintah Raclen Patah. Bagi Demak, usaha menanamkan pengaruh di pesisir utara Jawa Barat tidak dapat dipisahkan dari tujuan politik dan ekonomi. Karena pelabuhan di pesisir Iawa Barat, seperti Cirebon, Sunda Kelapa, dan Banten amat potensial bagi ekspor hasil bumi, terutama lada. Secara politis, penguasaan wilayah Jawa Barat juga merupakan suatu langkah dalam menghadapi Portugis yang waktu itu telah mengikat peijanjian dengan Kerajaan Pajajaran (Perjanjian 21 Agustus 1522). Oleh sebab itu, Demak segera mengirimkan ekspedisi militer di bawah pimpinan Fatahillah untuk merebut bandar Sunda. Meskipun bandar Sunda telah jatuh, daerah pedalaman masih bertahan. Pusat Kerajaan Pajajaran baru menyerah tahun 1579-1580 akibat serangan tentara Islam dari Banten di bawah pimpinan Maulana Yusuf.
SEJARAH AWAL AGAMA ISLAM MASUK KE TANAH JAWA
Sebelum Islam masuk ke tanah Jawa, mayoritas masyasarakat jawa menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Selain menganut kepercayaan tersebut masyarakat Jawa juga dipengaruhi oleh unsur-unsur budaya Hindu dan Budha dari India. Seiring dengan waktu berjalan tidak lama kemuadian Islam masuk ke Jawa melewati Gujarat dan Persi dan ada yang berpendapat langsung dibawa oleh orang Arab.
Kedatangan Islam di Jawa dibuktikan dengan ditemukannya batu nisan kubur bernama Fatimah binti Maimun serta makam Maulana Malik Ibrahim. Saluran-saluran Islamisasi yang berkembang ada enam yaitu: perdagangan, perkawinan, tasawuf, pendidikan, kesenian, dan politik. Rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah Bagaimanakah proses Islam masuk ke tanah Jawa?, Bagaimana masyarakat Jawa sebelum Islam datang?, Bagaimana peran Wali Songo dan metode pendekatannya?, Dan bagaimana Islam di Jawa paska Wali Songo? Dengan tujuan untuk mengetahui keadaan masyarakat Jawa sebelum Islam datang, peran Wali Songo di tanah Jawa dan metode pendekatannya, serta keadaan Islam di Jawa paska Wali Songo.
Di Jawa, Islam masuk melalui pesisir utara Pulau Jawa ditandai dengan ditemukannya makam Fatimah binti Maimun bin Hibatullah yang wafat pada tahun 475 Hijriah atau 1082 Masehi di Desa Leran, Kecamatan Manyar, Gresik. Dilihat dari namanya, diperkirakan Fatimah adalah keturunan Hibatullah, salah satu dinasti di Persia. Di samping itu, di Gresik juga ditemukan makam Maulana Malik Ibrahim dari Kasyan (satu tempat di Persia) yang meninggal pada tahun 822 H atau 1419 M. Agak ke pedalaman, di Mojokerto juga ditemukan ratusan kubur Islam kuno. Makam tertua berangka tahun 1374 M. Diperkirakan makam-makam ini ialah makam keluarga istana Majapahit.
1. Masyarakat Jawa Sebelum Islam Datang
a. Jawa Pra Hindu-Budha
Situasi kehidupan “religius” masyarakat di Tanah Jawa sebelum datangnya Islam sangatlah heterogen. Kepercayaan import maupun kepercayaan yang asli telah dianut oleh orang Jawa. Sebelum Hindu dan Budha, masyarakat Jawa prasejarah telah memeluk keyakinan yang bercorak animisme dan dinamisme. Pandangan hidup orang Jawa adalah mengarah pada pembentukan kesatuan numinous antara alam nyata, masyarakat, dan alam adikodrati yang dianggap keramat.
Di samping itu, mereka meyakini kekuatan magis keris, tombak, dan senjata lainnya. Benda-benda yang dianggap keramat dan memiliki kekuatan magis ini selanjutnya dipuja, dihormati, dan mendapat perlakuan istimewa.
b. Jawa Masa Hindu-Budha
Pengaruh Hindu-Budha dalam masyarakat Jawa bersifat ekspansif, sedangkan budaya Jawa yang menerima pengaruh dan menyerap unsur-unsur Hinduisme-Budhisme setelah melalui proses akulturasi tidak saja berpengaruh pada sistem budaya, tetapi juga berpengaruh terhadap sistem agama.
Sejak awal, budaya Jawa yang dihasilkan pada masa Hindu-Budha bersifat terbuka untuk menerima agama apapun dengan pemahaman bahwa semua agama itu baik, maka sangatlah wajar jika kebudayaan Jawa bersifat sinkretis (bersifat momot atau serba memuat). Ciri lain dari budaya Jawa pada saat itu adalah sangat bersifat teokratis. Pengkultusan terhadap raja-raja sebagai titisan dewa adalah salah satu buktinya. Dalam hal ini Onghokham menyatakan: Dalam kerajaan tradisional, agama dijadikan sebagai bentuk legitimasi. Pada jaman Hindu-Budha diperkenalkan konsep dewa-raja atau raja titising dewa. Ini berarti bahwa rakyat harus tunduk pada kedudukan raja untuk mencapai keselamatan dunia akhirat. Agama diintegrasikan ke dalam kepentingan kerajaan/kekuasaan. Kebudayaan berkisar pada raja, tahta dan keraton. Raja dan kehidupan keraton adalah puncak peradaban pada masa itu.
Di pulau Jawa terdapat tiga buah kerajaan masa Hindu Budha, kerajaan-kerajaan itu adalah Taruma, Ho-Ling, dan Kanjuruhan. Di dalam perekonomian dan industri salah satu aktivitas masyarakat adalah bertani dan berdagang dalam proses integrasi bangsa. Dari aspek lain karya seni dan satra juga telah berkembang pesat antara lain seni musik, seni tari, wayang, lawak, dan tari topeng. Semua itu sebagian besar terdokumentasikan pada pahatan-pahatan relief dan candi-candi.
C. Peranan Wali Songo dan Metode Pendekatannya
Era Wali Songo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Wali Songo adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa peranan Wali Songo sangat besar dalam mendirikan kerajaan Islam di Jawa.
Di Pulau Jawa, penyebaran agama Islam dilakukan oleh Walisongo (9 wali). Wali ialah orang yang sudah mencapai tingkatan tertentu dalam mendekatkan diri kepada Allah. Para wali ini dekat dengan kalangan istana. Merekalah orang yang memberikan pengesahan atas sah tidaknya seseorang naik tahta. Mereka juga adalah penasihat sultan.
Karena dekat dengan kalangan istana, mereka kemudian diberi gelar sunan atau susuhunan (yang dijunjung tinggi). Kesembilan wali tersebut adalah sebagai berikut:
Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim). Inilah wali yang pertama datang ke Jawa pada abad ke-13 dan menyiarkan Islam di sekitar Gresik. Dimakamkan di Gresik, Jawa Timur.
Sunan Ampel (Raden Rahmat). Menyiarkan Islam di Ampel, Surabaya, Jawa Timur. Beliau merupakan perancang pembangunan Masjid Demak.
Sunan Drajad (Syarifudin). Anak dari Sunan Ampel. Menyiarkan agama di sekitar Surabaya. Seorang sunan yang sangat berjiwa sosial.
Sunan Bonang (Makdum Ibrahim). Anak dari Sunan Ampel. Menyiarkan Islam di Tuban, Lasem, dan Rembang. Sunan yang sangat bijaksana.
Sunan Kalijaga (Raden Mas Said/Jaka Said). Murid Sunan Bonang. Menyiarkan Islam di Jawa Tengah. Seorang pemimpin, pujangga, dan filosof. Menyiarkan agama dengan cara menyesuaikan dengan lingkungan setempat.
Sunan Giri (Raden Paku). Menyiarkan Islam di Jawa dan luar Jawa, yaitu Madura, Bawean, Nusa Tenggara, dan Maluku. Menyiarkan agama dengan metode bermain.
Sunan Kudus (Jafar Sodiq). Menyiarkan Islam di Kudus, Jawa Tengah. Seorang ahli seni bangunan. Hasilnya ialah Masjid dan Menara Kudus.
Sunan Muria (Raden Umar Said). Menyiarkan Islam di lereng Gunung Muria, terletak antara Jepara dan Kudus, Jawa Tengah. Sangat dekat dengan rakyat jelata.
Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah). Menyiarkan Islam di Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon. Seorang pemimpin berjiwa besar.
Salah satu cara penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh para Wali tersebut ialah dengan cara mendakwah. Penyebaran Islam melalui dakwah ini berjalan dengan cara para ulama mendatangi masyarakat (sebagai objek dakwah), dengan menggunakan pendekatan sosial budaya. Pola ini memakai bentuk akulturasi, yaitu menggunakan jenis budaya setempat yang dialiri dengan ajaran Islam di dalamnya. Di samping itu, para ulama ini juga mendirikan pesantren-pesantren sebagai sarana pendidikan Islam.
3. Islam Di Jawa Paska Wali Songo
Setelah para Wali menyebarkan ajaran Islam di pulau Jawa, kepercayaan animisme dan dinamisme serta budaya Hindu-Budha sedikit demi sedikit berubah atau termasuki oleh nilai-nilai Islam. Hal ini membuat masyarakat kagum atas nilai-nilai Islam yang begitu besar manfa’atnya dalam kehidupan sehari-hari sehingga membuat mereka langsung bisa menerima ajaran Islam. Dari sini derajat orang-orang miskin mulai terangkat yang pada awalnya tertindas oleh para penguasa kerajaan. Islam sangat berkembang luas sampai ke pelosok desa setelah para Wali berhasil mendidik murid-muridnya. Salah satu generasi yang meneruskan perjuangan para Wali sampai Islam tersebar ke pelosok desa adalah Jaka Tingkir. Islam di Jawa yang paling menonjol setelah perjuangan para Wali songo adalah perpaduan adat Jawa dengan nilai-nilai Islam, salah satu diantaranya adalah tradisi Wayang Kulit.
3. PERKEMBANGAN AGAMA ISLAM DI MALUKU
Perkembangan Islam di Maluku tidak dapat dipisahkan dari kegiatan perdagangan yang terbentang antara Malaka, Jawa, dan Maluku. Islam diperkirakan sudah masuk ke Maluku sekitar abad ke-13. Menurut tradisi, penyebaran Islam dilakukan oleh Maulana Husein pada masa pemerintahan Marhum di Ternate. Hikayat Tanah Hitu menyebutkan bahwa raja pertama yang dianggap benar-benar memeluk agama Islam adalah Zaenal Abidin tahun (1486—1500). Konon ia belajar agama Islam di pesantren Giri.
Info Sejarah
Dalam Hikayat Tanah Hitu disebutkan bahwa kerajaan Tanah Hitu memiliki hubungan yang erat dengan kerajaan Tuban dan Kerajaan Banten di Jawa, Kerajaan Gowa di Makasar, serta kerajaan Huamulan di (Seram Banten), kerajaan Lha (Saparua), kerajaan Ternate, kerajaan Tidore, kerajaan Jailolo, dan kerajaan Makian di Maluku. Kerajaan Tanah Hitu juga menjalin hubungan dengan Sunan Giri di Jawa Timur. Hubungan tersebut menyebabkan Islam berkembang di daerah Maluku.
Di lain pihak, Tome Pires dan Antonio Gallo berpendapat bahwa hubungan dagang antara Malaka, jawa, dan Maluku merupakan saluran islamisasi. Pada saat itu, kapal dagang Gresik milik Pate Cusuf datang dan singgah di Ternate. Raja Ternate yang memeluk Islam menurut mereka adalah Raja Almancor dari Tidore. Diperkirakan Raja Maluku sudah mulai memeluk agama Islam sekitar 1460-1465. Dengan demikian, dapat diduga bahwa di daerah sekitar Maluku, seperti Banda, Hitu, Haruku, Makyam, dan Bacan, sudah terdapat masyarakat muslim.
Islam berkembang di Maluku melalui perdagangan, dakwah, dan perkawinan_ Proses islamisasi diwarnai persaingan di antara raja- raja muslim, seperti Ternate dengan Tidore. Selain itu, juga diwarnai persaingan politik dan monopoli perdagangan bangsa Barat, seperti Portugis, Spanyol, Belanda, dan Inggris. Perluasan kerajaan Islam Maluku terjadi pada masa pernerintahan Sultan Khairun. Bermula dari Maluku, Islam tersebar ke Irian (Papua) dan sekitarnya.
4. PERKEMBANGAN AGAMA ISLAM DI KALIMANTAN
Penyebaran Islam di daerah Kalimantan Selatan dapat kita ketahui dari Hikayat Banjar. Proses islamisasi di daerah itu diwarnai oleh perpecahan di kalangan istana, yaitu antara Raden Tumenggung dan Raden Samudra. Raden Tumenggung adalah penguasa daerah Dipa, Daha, dan Kahuripan yang bercorak Hindu. Tiga daerah tersebut sekarang letaknya kira—kira di daerah Amuntai. Dalam pertikaian itu, Raden Samudra meminta bantuan Dernak, dengan perjanjian ia bersedia masuk Islam. Atas bantuan Demak, Raden Tumenggung dapat dihancurkan. Sejak saat itu Kerajaan Banjar yang bercorak Islam terus berkembang. Raden Samudra kemudian bergelar Sultan Suryanullah.
A.A. Cense berpendapat bahwa proses islamisasi di Banjarmasin beflangsung kira-kira tahun 1550. Islamisasi di Kalimantan Timur menurut Hikayat Kutai berlangsung damai. Sebelum kedatangan Islam, Kerajaan Kutai bercorak Hindu, sedangkan di daerah pedalaman, rakyatnya menganut animisme dan dinamisme. Pembawa agama Islam di Kutai adalah Dato'ri Bandang dan Tuan Tunggang Parangan, pada masa pemerintahan Raja Mahkota yang masuk Islam karena merasa kalah kesaktiannya. Diperkirakan proses islarnisasi di Kutai dan sekitarnya terjadi sekitar tahun 1575. Perluasan ke daerah pedalaman baru terjadi pada masa pemerintahan putra Raja Mahkota, yaitu Aji Di Langgar.
5. PERKEMBANGAN AGAMA ISLAM DI SULAWESI
Sejak abad ke-15, Sulawesi Selatan sudah didatangi oleh pedagangmuslim, baik dari Malaka, Iawa, maupun Sumatra. Namiin, pada awala abad ke-I6, menurut Tome Fires, ada seki tar lima puluh kerajaan masih nienyembali berhala, di antaranya yang terkenal adalah Kerajaan Gowa-Tallo, Bone, Wajo, Soppeng, dan Luwu. Dalam Hikayat Gowa-Tallo dan Wajo diketahui bahwa penyebaran Islam di Kerajaan Gowa berjalan damai. Pembawa Islam ke Sulawesi adalah Dato’ri Bandaiig dan Dato’ Sulaeman. Secara resmi, Raja Gowa dan Tallo telah memeluk Islam pada tanggal 22 September 1605.
Selanjutnya, Kerajaan Gowa menundukkan Soppeng, Wajo, dan Bone. Akhirnya, mereka secara resmi masuk Islam, yaitu Wajo pada 10 Mei 1610 dan Bone pada tanggal 23 November 1611. Pada umumnya proses islamisasi di Indonesia berlangsung secara damai, tetapi ada kalanya terjadi bentrokan militer. Hal itu bukan karena masalah agama saja, tetapi didorong oleh ambisi politik dan kepentingan ekonomi. Islam juga berfungsi sebagai alat persatuan dalam menghadapi lawan yang mengancam kehidupan politik dan ekonomi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Proses islamisasi tidak mempunyai awal yang pasti, juga tidak berakhir. Islamisasi lebih merupakan proses berkesinambungan yang selain mempengaruhi masa kini, juga masa yang akan datang.Islam telah dipengaruhi oleh lingkungannya, tempat Islam ber-pijak dan berkembang. Di samping itu, Islam juga menjadi tra-disi tersendiri yang tertanam dalam konteks
Agama Islam juga membawa perubahan sosial dan budaya, yakni memperhalus dan memperkembangkan budaya Indonesia. Penyesuaian antara adat dan syariah di berbagai daerah di Indonesia selalu terjadi, meskipun kadang-kadang dalam taraf permulaan mengalami proses pertentangan dalam masyarakat. Meskipun demikian, proses islamisasi di berbagai tempat di Indonesia dilakukan dengan cara yang dapat diterima oleh rakyat setempat, sehingga kehidupan keagamaan masyarakat pada umumnya menunjukkan unsur campuran antara Islam dengan kepercayaan sebelumnya. Hal tersebut dilakukan oleh penyebar Islam karena di Indonesia telah sejak lama terdapat agama (Hindu-Budha) dan kepercayaan animisme.
Pada umumnya kedatangan Islam dan cara menyebarkannya kepada golongan bangsawan maupun rakyat umum dilakukan dengan cara damai, melalui perdagangan sebagai sarana dakwah oleh para mubalig atau orang-orang alim. Kadang-kadang pula golongan bangsawan menjadikan Islam sebagai alat politik untuk mempertahankan atau mencapai kedudukannya, terutama dalam mewujudkan suatu kerajaan Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Tarwilah. 2006. PERANAN WALISONGO DALAM PENGEMBANGAN DAKWAH ISLAM. Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 4, No.6, Hlm. 81-102
Fatah, yukur. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra
Ridin Sofwan, dkk. 2004. Islamisasi Islam di Jawa Walisongo, Penyebar Islam di Jawa, Menurut Penuturan Babad. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
No comments:
Post a Comment