BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sepeninggal Nabi Muhammad saw., agama Islam terus
menyebar ke seluruh penjuru dunia dengan dipimpin oleh khalifah – khalifah.
Islam terus menyebar ke benua – benua Afrika, Asia, bahkan sampai Eropa.
Bahkan, agama Islam pernah jaya di benua Eropa tepatnya di Adalusia, Spayol di
bawah khalifah Salahudin Al-Ayyubi.
Maka sebelum Islam datang ke Indonesia berbagai agama
dan kepercayaan seperti animisme, dinamisme, Hindu dan Budha sudah banyak
dianut oleh bangsa Indonesia bahkan beberapa wilayah kepulauan Indonesia telah
berdiri kerajaan – kerajaan yang bercorak Hindu dan Budha. Misalnya kerajaan
Kutai di Kalimantan Timur, kerajaan Taruma Negara di Jawa Barat, kerajaan
Sriwijaya di Sumatra dan sebagainya. Namun Islam datang ke wilayah – wilayah
tersebut dapat diterima dengan baik, karena Islam datang dengan membawa prinsip
– prinsip perdamaian, persamaan antar manusia, menghilangkan perbudkann dan
yang paling penting juga adalah masuk kedalam Islam sangatlah mudah hanya
dengan membaca dua kalimah syahadat dan tidak ada paksaan.
Islam berkembang sangat pesat diantaranya di berbagai
wilayah di Nusantara yang mula – mula dimasuki Islam adalah pantai barat pulau
Sumatra dan daerah Pasai yang terletak di Aceh utara yang kemudian di masing –
masing kerajaan kedua kerajaan tersebut berdiri kerajaan Islam yang pertama
yaitu kerajaan Perlak dan Samudra Pasai. Dari tanah Sumatra Islam menyebar ke
pulau Jawa dengan disampaikan oleh ulama – ulama yang dikenal dengan sebutan
wali songo.
Ketika Islam datang, sebenarnya kepulauan Nusantara
sudah mempunyai peradaban yang bersumber kebudayaan asli pengaruh dari
peradaban Hindu-Budha dari India, yang penyebaran pengaruhnya tidak merata. Di
Jawa telah mendalam, di Sumatra merupakan lapisa tipis, sedang di pulau – pulau
lain belum terjadi. Walaupun demikian Islam dapat cepat menyebar.
1.2. Batasan Masalah
Masalah yang diangkat
dalam makalah ini terlalu luas jika dibahas secara menyeluruh. Maka dari itu
agar masalah tidak melebar kemana-mana Kami hanya mencantumkan pembahasan yang
berhubungan dengan Perkembangan Islam di Nusantara , kebudayaan yang di bawa islam
, Tokoh yang berjasa dalam perkembangan islam.
1.3. RumusanMasalah
Maka makalah akan membahas perihal
yang berkaitan dengan:
- Apa Yang dimaksud dengan perkembangan Islam di Nusantara?
- Kapan
Perkembangan islam di Nusanatara itu berlangsung ?
- Dimana saja perkembangan
Islam di Nusantara ?
- Apa peranan islam dalam
hal kebudayaan di Nusantara ?
- Siapa Saja tokoh yang
berperan dalam perkembangan Islam di Nusantara ?
1.4. Tujuan Masalah
Tujuan dari makalah ini sebagai berikut :
1.
Untuk
mengetahui pengertian Perkembangan Islam di Nusantara
2.
Untuk mengetahui perkembangan islam di Nusantara
3.
Untuk
mengetahui wilayah perkembangan islam di Nusantara
4.
Untuk
mengetahui peranan islam dalam hal kebudayaan di Nusantara
5.
Untuk
mengetahui tokoh-tokoh yang berperan dalam perkembangan Islam di Nusantara
1.5. Manfaat
Adapun manfaat dari makalah Perkembangan Islam Di Nusantara adalah :
1.
Dapat mengetahui pengertian Perkembangan Islam di
Nusantara
2.
Dapat mengetahui perkembangan islam di
Nusantara
3.
Dapat mengetahui wilayah perkembangan
islam di Nusantara
4.
Dapat mengetahui Peranan islam
dalam hal kebudayaan di Nusantara
5.
Dapat mengetahui Tokoh-tokoh yang berperan
dalam perkembangan Islam di Nusantara
1.6. Metode penyusunan
Metode yang di
pakai dalam karya tulis ini adalah :Metode Studi Pustaka. Pengumpulan informasi
yang dibutuhkan dilakukan dengan mencari referensi-referensi yang berhubungan
dengan penelitian yang dilakukan, referensi dapat diperoleh dari buku-buku .
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Perkembangan Islam
Di Nusantara
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berkembang ialah menjadi
bertambah sempurna tentang pribadi, pikiran, pengetahuan dan sebagainya[1].
Sedangkan Islam yaitu agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad
saw., yang berpedoman pada kitab suci Alquran yang diturunkan ke dunia melalui
wahyu Allah swt[2]. Artinya
perkembangan Islam di Indonesia yakni ajaran Islam yang ada di Indonesia
menjadi semakin bertambah sempurna baik tentang pribadi, pikiran, pengetahuan
dan sebagainya.
2.2 Perkembangan islam di
Nusantara
Banyak teori
yang menjelaskan tentang kedatangan islam ke nusantara diataranya teori Arab ,
persia , india , cina , dan turki . dengan kesimpulan masuknya islam secara
individual sudah terjadi sejak abad pertaa hijriah atau 7/8 Masehi seperti
banyak bukti yang disuguhkan oleh Crawfurd , Keijzer, Niemann , de Hollander ,
J.C. van Leur, T.W. Arnold , dan lain-lain . mereka menggagas teorinya dari
penemuan dan argumentasi yang ditemukan dari sumber-sumber klasik Arab dan
Cina.[3]
Kedatangan
Islam ke Nusantara telah berproses melalui beberapa tahapan : dari “Individuals”(Pribadi-pribadi) ke “Community” (Kelompok, komunal) ke “Society”(Masyarakat), ke “State” (Negara-negara kerajaan) dan
terakhir membentuk “Majority”(Mayoritas).sejak
Abad 15 Masehi Ketika penyebaran telah menyentuh seluruh kepulauan Nusantara
,Islam kemudian muncul menjadi agama yang paling penting di Asia Tenggara dan mengubur puing-puing kebudayaan India ke
sudut-sudut sejarah[4]
2.3 Wilayah
Perkembangan Islam Di Indonesia
Setelah
masuknya Islam ke Indonesia melalui perdagangan yang mengikuti jalur-jalur
pelayaran dan perdagangan, perkembangan islam di Indonesia dapat dibagi menjadi
tiga fase. (1) Singgahnya pedagang-pedagang Islam di pelabuhan-pelabuhan
Nusantara. Sumbernya adalah berita luar negeri, terutama Cina, (2) Adanya
komunitas-komunitas Islam di beberapa daerah kepulauan Indonesia. Sumbernya, di
samping berita-berita asing, juga makam-makam Islam, dan (3) Berdirinya
kerajaan-kerajaan Islam.[5]
1. Sumatera
Sumatera
bagian Utara letaknya di tepi Selat Malaka adalah tempat lalu lintas
kapal-kapal dagang dari India ke Cina maka dari itu Sumatera bagian Utara
adalah daerah pertama yang dimasuki Islam, tepatnya di Pasai yang kemudian pada
daerah tersebut berdiri kerajaan Islam yang pertama yaitu kerajaan Samudra
Pasai.
Kemunculannya
sebagai kerajaan Islam diperkirakan mulai awal atau pertengahan abad ke-13 M,
sebagai hasil dari proses Islamisasi daerah-daerah pantai yang pernah
disinggahi pedagang-pedagang Muslim sejak abad ke-7, ke-8 M, dan seterusnya.[6]
2. Jawa
Menjelang
akhir abad ke-15 M, perkembangan Islam di Jawa seiring dengan kemunduran
Majapahit yang memberi peluang untuk membangun pusat-pusat kekuasaan yang
independen. Kerajaan pertama Islam di Jawa adalah Kerajaan Demak. Di bawah
pimpinan Sunan Ampel Denta, Wali Songo bersepakat mengangkat Raden Patah
menjadi raja pertama kerajaan Demak, kerajaan Islam pertama di Jawa, dengan
gelar Senopati Jimbun Ngabdurahman Panembahab Palembang Sayidin Panatagama.[7]
Banten
dan Kalimantan Selatanpun diislamkan oleh Demak. Kemudian Banten meluaskan
agama Islam ke Sumatera Selatan, terutama di Lampung. Palembang pada waktu itu
sudah lebih dahulu menjadi Islam berkat kegiatan Gede ing Suro dari Surabaya.[8]
3. Kalimantan
Masuknya
Islam di Kalimantan Selatan adalah diawali dengan adanya krisis kepemimpinan dipenghujung waktu
berakhirnya kerajaan Daha Hindu. Ketika Raja Sukarama merasa sudah hampir tiba
ajalnya, ia berwasiat, agar menggantikannya nanti adalah cucunya Raden
Samudera, akan tetapi keempat anak Raja Sukarama tentu tidak terima dengan
wasiat tersebut. Setelah Raja Sukarama wafat, jabatan dipegang oleh anak tertua
yaitu Pangeran Mangkubumi yang kemudian dibunuh oleh pegawai istana yang
berhasil dihasut oleh Pangeran Tumanggung, maka Pangeran Mangkubumi menjadi
raja Daha.
Sementara
itu Pangeran Samudera berkelana ke wilayah muara dan menghasilkan kekuatan
perlawanan untuk membalas pamannya sendiri. Pangeran Samudera meminta bantuan
kepada Kerajaan Demak, Sultan Demak bersedia membantu asal Pangeran Samudera
nanti masuk Islam. Dalam peperangan itu Pangeran Samudera mendapatkan
kemenangan dan sesuai janjinya ia masuk Islam beserta kerabat kraton dan
penduduk Banjar menyatakan diri masuk Islam. Peristiwa itu terjadi sekitar tahun
1526 M.
4. Maluku
Kepulauan
Maluku terkenal dengan penghasil rempah-rempah, sehingga menjadi daya tarik
pedagang asing, tak terkecuali pedagang muslim dari Sumatera, Jawa, dan
Kalimantan. Hal ini menyebabkan perkembangan dakwah Islam di kepulauan Maluku
ini. Islam mencapai kepulauan Maluku pada pertengahan terakhir abad ke-15 M.
Sekitar tahun 1460, Raja Ternate memeluk agama Islam. Nama raja itu adalah
Vongi Tidore.[9]
5. Sulawesi
Islam
mulai masuk ke Sulawesi pada awal abad ke-17 M. Kerajaan Gowa-Tallo, kerajaan kembar
yang saling berbatasan, biasanya disebut kerajaan Makassar. Kerajaan ini
terletak di semenanjung Barat Daya pulau Sulawesi, yang merupakan daerah
transit sangat strategis.[10]
Sejak
Gowa-Tallo tampil sebagai pusat perdagangan laut, kerajaan ini menjalin
hubungan baik dengan Ternate yang telah menerima Islam dari Gresik/Giri.
Dibawah pemerintahan Sultan Babullah, Ternate mengadakan perjanjian
persahabatan dengan Gowa-Tallo. Ketika itulah, raja Ternate mengajak penguasa
Gowa-Tallo untuk menganut agama Islam, tetapi gagal. Setelah Datu’ Ri Bandang
datang ke kerajaan Gowa-Tallo, agama Islam mulai masuk ke kerajaan ini.[11]
Penyebaran
Islam itu berlangsung sesuai dengan tradisi yang telah lama diterima oleh para
raja. Tradisi yang mengharuskan seorang raja memberitahukan “hal baik” kepada
yang lain. Karena itu, kerajaan Gowa-Tallo menyampaikan “pesan islam” kepada
raja-raja lain.[12]
2.4 Peranan Islam dalam hal kebudayaan di
Nusantara
Berdasarkan
peninggalan-peninggalan sejarah Islam di Indonesia, dapat diketahui bahwa umat
Islam berperanan besar dalam kehidupan berbudaya. Hal itu dapat dilihat dari
bermacam-macam bentuk peninggalan budayanya, antara lain:
1. Dalam bentuk masjid yang umumnya merupakan
perpaduan kebudayaan Islam dengan kebudayaan setempat. Masjid yang terbesar di
wilayah Indonesia adalah masjid Demak di
Demak (Jawa Tengah), masjid Indraputra di Aceh, Masjid Sunan Kudus di Kudus (Jawa
Tengah), dan Masjid Sunan Ampel di Ampel (Jawa Timur).[13]
2. Dalam bentuk Keraton, seperti Keraton Kaibon
di Banten, Kasepuhan Cirebon di Cirebon (Jawa Barat), Keraton Solo di Solo, dan
Keraton Kasultanan di Yogyakarta.[14]
3. Dalam bentuk Makam, seperti makam Maulana
Malik Ibrahim di Gresik (Jawa Timur), komplek makan di masjid Demak, makam
Islam di Tallo, makam Sunan Bayat di Klaten (Jawa Tengah), makam Sunan Kudus di
Kudus, makam Sunan Kalijaga, makam Sunan Muria, dan makam Sunan Bonang.[15]
4. Dalam bentuk Benteng, seperti yang terdapat di
Banten.[16]4.
5. Dalam bentuk karya sastra. Hasil karya sastra
peninggalan sejarah Islam umumnya terdiri dari beberapa bentuk seperti suluk,
babad, kitab dan seni, pertunjukan, serta hikayat. Di antara karya sastra ini
adalah: 1) Karya sastra berupa syair (Syair Perahu oleh Hamzah Fansuri), syair
sejarah (Syair Kompeni Walanda), syair perang Banjarmasin, syair fiksi Syair
Ken Tambunan, Ikan terubuk, dan Syair Abdul Muluk). 2) Kitab, yang memuat
ajaran budi pekerti (nitisastra), Niti Sruti, Kitab Manik Maya, Kitab Anbia
Astabrata, Kitab Susana Sunu, dan Kitab tentang pemerintahan.3) Hikayat, yang
memuat hikayat raja-raja Pasai, Hikayat Bayan Budiman, Hikayat Bakhtiar, dan
Hikayat Jauhar Manikam. 4) Bidang seni, yaitu seni pertunjukan wayang kulit,
seni aksara tulisan ArabMelayu (tak memakai harakat), seni kaligrafi, seni
pahat, seni ukir (masjid yang diukir di Jepara (Jawa Tengah) pada dinding depan
masjid Mantingan).5) Akulturasi dan asimilasi kebudayaan, antara kebudayaan
Islam dengan kebudayaan masyarakat setempat.[17]5.
2.5 Tokoh-tokoh yang berperan dalam
penyebaran Islam Di nusantara
Diantara
Penyebar islam yang berpengaruh diantaranya Wali Songo Wali songo atau wali
sanga dikenal sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa pada abad ke-14.
Mereka tinggal ditiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu
Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan
Cirebon di Jawa Barat. Wali sanga adalah kelompok syiar dakwah Islam (mubaligh)
yang kerap juga disebut dengan Waliyullah atau ‘wakil Allah’. Adapun kata songo
atau sanga berasal dari bahasa Jawa yang berarti sembilan. Sehingga wali songo
berarti wali sembilan. Para wali ini juga memiliki gelar “sunan”. Sunan berasal
dari kata Susuhunan yang artinya “yang dijunjung tinggi” atau panutan
masyarakat setempat. Ada juga yang mengatakan Sunan berasal dari kata Suhu Nan,
artinya Guru Besar atau orang yang berilmu tinggi.[18]
Diantara
para wali songo itu ialah sebagai berikut :
1.
Maulana
Malik Ibrahim Maulana
Ibrahim adalah keturunan ke-22
dari Nabi Muhammad SAW. Ia disebut juga Sunan Gresik, atau Sunan Tandhes, atau
Mursyid Akbar Thariqat Wali Songo.Ia diperkirakan lahir di Samarkand, Asia
Tengah, pada paruh awal abad ke-14. Dalam Babad Tanah Jawi versi Meinsma
disebutkan istilah Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah orang Jawa terhadap
kata As-Samarqandy. Dalam cerita rakyat, ada yang menyebutnya Kakek Bantal.
Maulana Malik Ibrahim umumnya dianggap sebagai wali pertama yang mendakwahkan
Islam di Jawa. Ia mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam dan banyak merangkul
rakyat kebanyakan, yaitu golongan masyarakat Jawa yang tersisihkan di akhir
kekuasaan Majapahit. Malik Ibrahim berusaha menarik hati masyarakat yang tengah
dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Ia membangun pondokan tempat belajar
agama di Leran, Gresik. Pada tahun 1419, Malik Ibrahim wafat. Makamnya terdapat
di desa Gapura Wetan, Gresik, Jawa Timur.[19]
2.
Sunan
Ampel (Raden Rahmat)
Sunan Ampel bernama asli Raden
Rahmat, keturunan ke-22 dari Nabi Muhammad SAW. Menurut riwayat, ia adalah
putra Ibrahim Zainuddin Al-Akbar dari seorang putri Champa yang bernama Dewi
Condrowulan binti Raja Champa Terakhir dari Dinasti Ming. Sunan Ampel umumnya
dianggap sebagai sesepuh oleh para wali lainnya. Pesantrennya bertempat di
Ampel Denta, Surabaya, dan merupakan salah satu pusat penyebaran Sejarah agama Islam tertua di Jawa. Ia menikah dengan
Dewi Condrowati yang bergelar Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban bernama
Arya Teja dan menikah juga dengan Dewi Karimah binti Ki Kembang Kuning.[20]
3.
Sunan
Giri (Raden Paku)
Sunan Giri atau Raden Paku lahir
pada tahun 1412 M. Ia memerintah kerajaan Giri kurang lebih 20 tahun. Sewaktu
memerintah Giri Kedaton beliau bergelar Prabu Satmata. Pengaruh Sunan Giri
sangat besar terhadap kerajaan Islam di Jawa maupun di luar Jawa. Sebagi
buktinya adalah adanya kebiasaan bahwa apabila seorang hendak dinobatkan
menjadi raja haruslah mendapat pengesahan dari Sunan Giri.[21]
4.
Sunan
Bonang (Makdum Ibrahim)
Sunan Bonang adalah putra Sunan
Ampel, dan merupakan keturunan ke-23 dari Nabi Muhammad. Ia adalah putra Sunan
Ampel dengan Nyai Ageng Manila, putri Adipati Tuban bernama Arya Teja. Sunan
Bonang banyak berdakwah melalui kesenian untuk menarik penduduk Jawa agar
memeluk agama Islam. Ia dikatakan sebagai penggubah suluk Wijil dan tembang
Tombo Ati, yang masih sering dilantunkan sampai sekarang. Pembaharuannya pada
gamelan Jawa ialah dengan memasukkan rebab dan bonang, yang sering dihubungkan
dengan namanya. Universitas Leiden di Belanda menyimpan sebuah karya sastra
bahasa Jawa berjudul Het Boek van Bonang atau Buku Bonang. Menurut G.W.J.
Drewes, itu bukan karya Sunan Bonang namun mungkin saja mengandung ajarannya.
Sunan Bonang diperkirakan wafat pada tahun 1525. Ia dimakamkan di daerah Tuban,
Jawa Timur.[22]
5.
Sunan
Drajat Sunan Drajat
adalah putra Sunan Ampel, dan
merupakan keturunan ke-23 dari Nabi Muhammad. Nama asli Sunan Drajad adalah
Raden Qosim, beliau putera Sunan Ampel dengan Dewi Condrowati dan merupakan
adik dari Raden Makdum Ibrahim atau Sunan Bonang. Sunan Drajat terkenal dengan kegiatan
sosialnya. dialah wali yang memelopori penyatuan anak-anak yatim dan orang
sakit. Sunan Drajat banyak berdakwah kepada masyarakat kebanyakan. Ia
menekankan kedermawanan, kerja keras, dan peningkatan kemakmuran masyarakat,
sebagai pengamalan agama Islam. Pesantren Sunan Drajat dijalankan secara
mandiri sebagai wilayah perdikan, bertempat di Desa Drajat, Kecamatan Paciran,
Lamongan. Tembang Macapat Pangkur disebutkan sebagai ciptaannya. Gamelan
Singomengkok peninggalannya terdapat di Musium Daerah Sunan Drajat, Lamongan.
Sunan Drajat diperkirakan wafat wafat pada 1522.[23]
6.
Sunan
Kudus Sunan Kudus
adalah putra Sunan Ngudung atau
Raden Usman Haji, dengan Syarifah Ruhil atau Dewi Ruhil yang bergelar Nyai Anom
Manyuran binti Nyai Ageng Melaka binti Sunan Ampel. Nama asli beliau adalah
Ja’far as-Shadiq. Sunan Kudus adalah keturunan ke-24 dari Nabi Muhammad.
Sebagai seorang wali, Sunan Kudus memiliki peran yang besar dalam pemerintahan
Kesultanan Demak, yaitu sebagai panglima perang, penasehat Sultan Demak, Mursyid
Thariqah dan hakim peradilan negara. Ia banyak berdakwah di kalangan kaum
penguasa dan priyayi Jawa. Di antara yang pernah menjadi muridnya ialah Sunan
Prawoto penguasa Demak, dan Arya Penangsang adipati Jipang Panolan. Sejarah
Peradaban Islam Kurikulum 2013 65 Salah satu peninggalannya yang terkenal ialah
Masjid Menara Kudus, yang arsitekturnya bergaya campuran Hindu dan Islam. Sunan
Kudus diperkirakan wafat pada tahun 1550.[24]
7.
Sunan
Kalijaga
Sunan Kalijaga adalah putra
Adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilatikta atau Raden Sahur atau Sayyid
Ahmad bin Mansur (Syaikh Subakir). Ia adalah murid Sunan Bonang. Sunan Kalijaga
menggunakan kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah, antara lain
kesenian wayang kulit dan tembang suluk. Tembang suluk Ilir-Ilir dan
Gundul-Gundul Pacul umumnya dianggap sebagai hasil karyanya. Dalam satu
riwayat, Sunan Kalijaga disebutkan menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana
Ishaq, menikahi juga Syarifah Zainab binti Syaikh Siti Jenar dan Ratu Kano
Kediri binti Raja Kediri.[25]
8.
Sunan
Muria (Raden Umar Said)
Sunan Muria atau Raden Umar Said adalah putra
Sunan Kalijaga, dari istrinya yang bernama Dewi Sarah binti Maulana Ishaq.
Sunan Muria menikah dengan Dewi Sujinah, putri Sunan Ngudung. Jadi Sunan Muria
adalah adik ipar dari Sunan Kudus. Nama Sunan Muria adalah Raden Umar Said.
Seperti ayahnya, dalam berdakwah beliau menggunakan cara halus, ibarat mengail
ikan tidak sampai membuat airnya keruh. Itulah cara yang ditempuh untuk
menyiarkan agama Islam di sekitar Gunung Muria. Tempat tinggal beliau di gunung
Muria yang salah satu puncaknya bernama Colo. Letaknya di sebelah utara kota
Kudus. Sasaran dakwah beliau adalah para pedagang, nelayan, pelaut dan rakyat
jelata. Beliau satu-satunya wali yang tetap mempertahankan kesenian gamelan dan
wayang sebagai alat dakwah untuk menyampaikan Islam. Dan beliau pula yang
menciptakan tembang Sinom dan Kinanti.[26]
9.
Sunan
Gunung Jati (Syarif Hidayatullah)
Sunan Gunung Jati atau Syarif
Hidayatullah adalah putra Syarif Abdullah Umdatuddin putra Ali Nurul Alam putra
Syaikh Husain Jamaluddin Akbar. Dari pihak ibu, ia masih keturunan keraton
Pajajaran melalui Nyai Rara Santang, yaitu anak dari Sri Baduga Maharaja. Sunan
Gunung Jati mengembangkan Cirebon sebagai pusat dakwah dan pemerintahannya,
yang sesudahnya kemudian menjadi Kesultanan Cirebon. Anaknya yang bernama
Maulana Hasanuddin, juga berhasil mengembangkan kekuasaan dan menyebarkan agama
Islam di Banten, sehingga kemudian menjadi cikal-bakal berdirinya Kesultanan
Banten. Dalam usia yang begitu muda Syarif Hidayatullah ditinggal wafat oleh
ayahnya. Ia ditunjuk untuk menggantikan kedudukannya sebagai Raja Mesir, tapi
anak yang masih berusia dua puluh tahun itu tidak mau. Dia dan ibunya bermaksud
pulang ke tanah Jawa berdakwah di Jawa Barat. Kedudukan ayahnya itu kemudian
diberikan kepada adiknya yaitu Syarif Nurullah.[27]
Setelah walisongo bershasil
menyebarkan islam di nusantara ada juga Ulama Penyebar Islam Pasca Wali Songo .
Proses penyebaran Islam di wilayah Nusantara tidak dapat dilepas dari peran
aktif para ulama. Melalui merekalah Islam dapat diterima dengan baik dikalangan
masyarakat. Di antara Ulama penyebar ajaran Islam Pasca Wali Songo tersebut adalah
sebagai berikut[28]:
·
Hamzah
Fansuri
·
Syaikh
Muhammad Arsyad al-Banjari
·
Syaikh
Muhammad Yusuf al-Makassari
·
Syaikh
Abdus Shamad al-Palimbani
·
Syaikh
Muhammad Nawawi bin Umar al-Bantani
·
Syaikh
Kholil, Bangkalan Madura
·
KH
Shaleh Darat
·
KH
Ahmad Dahlan
·
KH.
M. Hasyim Asy’ari
BAB 3
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Setelah
Islam datang ke Indonesia banyak perubahan-perubahan yang terjadi terutama bagi
rakyat yang menengah ke bawah. Mereka lebih di hargai dan tidak tertindas lagi
karena Islam tidak mengenal sistem kasta, karena semua masyarakat memiliki
derajat yang sama.
Islam juga membawa
perubahan-perubahan baik di bidang politik, ekonomi dan agama. Dan membawa
rahmat bagi masyarakat Nusantara
3.2. Saran
Sejarah
islam sangat penting di pelajari ,
sebagai seorang muslim kita harus tahu sejarah islam itu sendiri agar tidak
terjadi kesalah fahaman dan kekeliruan dalam beragama kareana banyak sekali
musuh islam yang mempelintirkan sejarah
DAFTAR PUSTAKA
Daliman,
A. Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia,.
yogyakarta: Ombak, 2012.
Hasbullah,
Moeflich. Islam dan transformasi masyarakat Nusantara. Depok: KENCANA,
2017.
KBBI. t.thn.
Khalil,
Muhammad . Buku Siswa Sejarah peradaban Islam 3. Jakarta: Direktorat
Pendidikan Madrasah , 2016.
Marzuki. Pembelajaran
Pendidikan agama Islam 3. Surakarta: Mediatama, 2005.
Taufik,
Abdullah. Sejarah Umat Islam Indonesia. yogyakarta: Yatim Badri, 2005.
Tjandrasasmita,
Uji. “Sejarah Nasional Indonesia III”. yogyakarta: Badri Yatim, 2005.
[1] KBBI (Luring).
[2] Ibid.
[3] Masa kedatangan Islam
(kemungkinan sudah terjadi sejak abad ke-7 sampai dengan abad ke-8 Masehi);
masa penyebaran Islam (mulai abad ke-13 sampai dengan abad ke-16 Masehi, Islam
menyebar ke berbagai penjuru pulau di Nusantara); masa perkembangan Islam
(mulai abad ke-15 Masehi dan seterusnya melalui kerajaan-kerajaan
Islam).,Hasbullah, M . Islam dan
transformasi masyarakat Nusantara. (Depok: Kencana 2017). hlm. 11
[4] Ibid hlm. 21
[5] Taufik Abdullah, “Sejarah Umat
Islam Indonesia”, dalam Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2015), hlm. 193.
[6] Uka Tjandrasasmita, “Sejarah
Nasional Indonesia III”, dalam Ibid., hlm.
205.
[7] Taufik Abdullah, “Sejarah Umat
Islam Indonesia”, dalam op. cit.,
hlm. 211.
[8] A. Daliman, Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia,
(Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012), hlm. 41.
[9] Uka Tjandrasasmita, “Sejarah
Nasional Indonesia III”, dalam Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam, op. cit., hlm. 222.
[10]ibid, hlm. 223.
[11] Taufik Abdullah, “Sejarah Umat
Islam Indonesia”, dalam Badri Yatim,
Sejarah Peradaban Islam, op. cit., hlm. 211.
[12] Uka Tjandrasasmita, “Sejarah
Nasional Indonesia III”, dalam Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam, op. cit., hlm. 224.
[13] Marzuki. “Pembelajaran Pendidikan agama Islam 3”. Surakarta: Mediatama,
2005. Hlm.144
[14]Ibid. Hlm.145
[15]Ibid. Hlm.145
[16]Ibid. Hlm.146
[17]Ibid.
Hlm.146-147
[18]Khalil,
Muhammad . Buku Siswa Sejarah peradaban
Islam 3. Jakarta: Direktorat Pendidikan Madrasah , 2016. hlm. 53
[19]Ibid Hlm.56
[20]Ibid Hlm.58-59
[21]Ibid Hlm.60
[22]Ibid Hlm.61
[23]Ibid Hlm.63
[24]Ibid Hlm. 64-65
[25]Ibid Hlm. 66
[26]Ibid Hlm. 67
[27]Ibid Hlm. 68
[28]Ibid Hlm. 72-92
No comments:
Post a Comment