KATA
PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Salamu
‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Segala
puja dan puji syukur kami panjatkan pada Allah yg selalu memberi kita nikmat
Islam dan Iman. Semoga hidayahNya juga tak henti-hentinya terlimpahkan terhadap
saudara-saudara kita seiman seagama.
Shalawat
serta Salam semoga senantiasa mengalir terhadap sang Penuntun dunia akhirat,
sang Pembimbing bagi umat manusia yg diliputi gelapnya kebodohan, sang maha
Guru yang tidak pernah sekalipun menyesatkan murid-muridnya, Orang tua yang
penuh kesabaran dan ketelatenan, saudara yang penuh belas kasihan, Nabi dan
Rasul akhir zaman, Muhammad bin Abdullah SAW.
Tidak
lupa terima kasih juga kami sampaikan pada semua pihak yang sedikit banyak
telah membantu pembuatan makalah ini. Baik secara langsung ataupun tidak.
Disadari ataupun tidak. Disengaja ataupun tidak.
Dengan
segala keterbatasan yang kami miliki, kami mencoba untuk membuat makalah yang
berjudul “Islam dan Pendidikan” ini demi memenuhi tugas dari Dosen pengampu.
Sebagai pemula, tentunya sangat mungkin terdapat banyak kekurangan dalam
makalah ini. Baikdari segi redaksi, penjabaran, referensi, dll. Karena itu
sebelumnya kami meminta maaf yang sebesar-besarnya dan sangat mengharap
pengertian dari para pembaca yang budiman
Kiranya
cukup demikian pengantar dari kami, atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih
yang tiada batasnya
Wassalamu
‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Guluk-guluk,
10 Desember 2011
Pemakalah
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Islam sebagaimana yang kita tahu adalah
satu-satunya agama yang diakui keabsahannya oleh Allah SWT. Walaupun ada banyak
agama lain dimuka bumi, namun hanya agama kita ini yang sangat sempurna konsep
dan fleksibilitasnya.
Islam adalah agama yang “rahmatan
lil’alamin”. Sangat menjunjung tinggi keseimbangan kehidupan antara makhluk
satu dengan lainnya. Makanya dalam Islam dikenal ada 2 jenis hubungan
ketergantungan. Yaitu “hablun minallah” dan ”hablun minannas”.
Sedangkan dalam hubungan yang disebutkan nomor 2 tadi, kita tidak serta merta
hanya dapat memperuntukkannya pada manusia semata, tapi cakupannya luas
meliputi binatang, tumbuhan dan alam sekitar.
Di sini kami mungkin hanya akan sedikit
menjelaskan sedikit pemahaman dari hubungan kedua tersebut. Kaitannya dengan
pengembangan individual manusia dalam hal pengetahuan sebagai tonggak peradaban
muslim.
Disadari atau tidak, pendidikan adalah
salah satu kebutuhan primer yang tidak bisa dilepaskan dari keberlangsungan siklus kehidupan suatu
kelompok masyarakat.
Tanpa adanya sebuah pendidikan yang
cukup, sebuah komunitas akan sangat lambat peningkatan taraf hidupnya.
Karena kebodohan dalam melakukan suatu
hal umumnyajustru akan menimbulkan masalah-masalah baru yang bisa menghambat
laju perkembangannya.
Karena itulah pendidikan menjadi sebuah
kebutuhan pokok yang keberadaannya tidak bisa ditawar lagi
B. Rumusan
Masalah
Demi
mempermudah, kami akan merumuskannya sebagai berikut:
1. Pengertian
Pendidikan
2. Pandangan
Islam Terhadap Pendidikan
3. Model-model
Pendidikan Islam di Indonesia
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pendidikan
Sebelum kita membahas lebih jauh, ada baiknya jika kita tahu apa
sebenarnya yang disebut pendidikan. Berikut kami berikan beberapa definisinya;
- “Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan
secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si
terdidik menuju terbentuknya keperibadian yang utama”. [Ahmad D. Marimba,
1978:20].
- “Pendidikan adalah usaha sadar untuk
menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau
latihan bagi perannya di masa yang akang datang”. [UU Sistem Pendidikan
Nasional Nomor: 2 Tahun 1989].
- “Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”. [UU Sistem Pendidikan Nasional
Nomor: 20 Tahun 2003)].
- “Pendidikan dalam pengertian yang luas
adalah meliputi perbuatan atau semua usaha generasi tua untuk mengalihkan
(melimpahkan) pengetahuannya, pengalamannya, kecakapan serta
keterampilannya kepada generasi muda, sebagai usaha untuk menyiapkan
mereka agar dapat memenuhi fungsi hidupnya, baik jasmaniah maupun
rohaniah”. [Zuhairin, 1985:2].
- “Secara etimologis pendidikan
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab “Tarbiyah” dengan kata kerjanya “Robba”
yang berarti mengasuh, mendidik, memelihara”. [Zakiyah Drajat, 1996: 25].
- “Menurut pendapat Ki Hajar Dewantara,
pendidikan adalah tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, maksudnya
pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak
itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya”. [Hasbullah, 2001:
4].
- “Pendidikan adalah segala usaha orang
dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan
jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan”. [Ngalim Purwanto, 1995:11].
- “Pendidikan secara teoritis mengandung
pengertian “memberi makan” kepada jiwa anak didik sehingga mendapatkan
kepuasan rohaniah, juga sering diartikan dengan menumbuhkan kemampuan
dasar manusia”.[HM.Arifin, 2003: 22].
- “Pendidikan adalah proses pengubahan sikap
dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara dan pembuatan
mendidik”. [Kamus Besar Bahasa Indonesia]
Jadi kalau kami boleh menyimpulkannya dengan sangat sederhana,
Pendidikan adalah “Suatu proses pembelajaran yang bertujuan untuk membentuk
seseorang menjadi pribadi yang lebih baik dan berguna”.
B.
Pandangan Islam
Terhadap Pendidikan
Sebagaimana yang sudah kita ketahui bersama, Islam sangat
menekankan umatnya untuk belajar dan tahu (berpendidikan). Hal itu bisa
dibuktikan dengan banyaknya seruan-seruan untuk belajar yang dapat kita temui
baik di dalam Al-Qur’an, Hadits maupun Ibarah-ibarah dari Ulama pendahulu.
Sekedar untuk mengingat kembali, kami akan menyebutkan beberapa di antaranya;
1.
“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan
perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di
antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama
dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali
kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”. (QS. At – Taubah: 9)
2.
“Menuntut ilmu wajib atas tiap muslim (baik muslimin maupun
muslimah)”. (HR. Ibnu Majah)
dan masih banyak lagi hal semacam itu yang jika kami harus
menyebutkannya satu persatu, akan membutuhkan pembahasan yang jauh lebih
panjang dari sekedar makalah.
Tidak perlu diragukan lagi bagaimana Islam begitu menganggap
penting terhadap Ilmu Pengetahuan (baca: Pendidikan). Dalam Islam, kedudukan
orang yang berpendidikan, terutama pendidikan agama, sangat dimuliakan. Bisa
kita lihat sendiri di kalangan masyarakat, bagaimana seorang guru atau ustadz
mendapatkan posisi yang cukup bergengsi. Lebih- lebih jika orang tersebut
menyandang gelar Profesor atau Doktor (Ilmu Umum) dan Kiai (Ilmu Agama), maka
dia akan dihormati oleh setiap lapisan masyarakat bahkan pejabat pemerintah
sekalipun.
Dalam al-Qur’an,
Allah SWT pun telah berfirman mengenai kedudukan orang yang berpendidikan,
“… Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
beberapa derajat. Dan Allah maha mengetahuai apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Mujadalah: 11)
Dari sini kita juga bisa menyimpulkan bahwa Islam begitu menghargai
sebuah sistem yang kita namakan pendidikan dan orang-orang yang aktif di
dalamnya.
Tapi yang kami pikir juga perlu untuk kita sadari bersama bahwa,
secara tidak langsung kita juga diberi 2 pilihan oleh Allah SWT. Pertama, menjadi mulia, yaitu dengan
menjadi orang yang berpendidikan. Kedua,
menjadi orang yang biasa-biasa saja. Kita berhak memilih dan harus menerima
semua konsekuensinya. Jadi, selamat memilih..!
C.
Model-model
Pendidikan Islam di Indonesia
Maha Suci Allah yang telah menciptakan sebuah siklus kehidupan yang
sangat tertata rapi. Begitu indah dan sempurna konsep yang Dia buat untuk
kelangsungan hidup makhlukNya, khususnya manusia.
Kita diajarkan bahwa semua yang terjadi di alam semesta ini butuh
proses. Dimulai dari penciptaan alam yang membutuhkan 6 hari seperti yang telah
difirmankanNya dalam al-Qur’an. Bukan suatu hal yang sulit tentunya bagi Allah
untuk menciptakannya dalam jangka waktu 1/1.000.000 kedipan mata. Karena
baginya, “kun fayakun”. Hanya saja
Dia mengajarkan pada kita bahwa hidup itu tidaklah seperti sulap yang bisa ada
dan tiada dalam sekejap mata.
Dalam perjalanan hidupnya, setiap makhluk hidup mengalami
perkembangan dan pertumbuhan. Baik itu dari segi usia, ukuran, kekuatan, bahkan
pengetahuan. Tidak perlu kita perdebatkan lagi bahwa orang dewasa itu lebih
besar, kuat dan pandai dibandingkan bayi. Hal itu sangat dipengaruhi oleh
perkembangan yang dialami seseorang dan berdasar pada pengalaman
Dengan menyerap pengetahuan dari lingkungannya, seorang bayi
akhirnya akan bisa berlari. Hal ini tentunya tidak lepas dari “pendidikan”
orang tua. Mustahil seorang bayi akan langsung bisa menjadi juara lari marathon
dalam Olimpiade. Karena itu dibutuhkan adanya sebuah pendidikan yang bisa
melatihnya berdiri, merangkak, berjalan dan berlari.
Di sinilah gunanya ada sebuah sistem pendidikan yang berjenjang.
Dalam artian sebuah sistem pendidikan bertahap yang disesuikan dengan kemampuan
seorang manusia untuk menjalaninya.
Islam sangat mengerti akan kebutuhan itu. Dalam Islam ada beberapa
tahapan pendidikan yang disesuaikan dengan usia. Sayangnya sedikit sekali dari
kita yang menyadari itu. Kita ambil satu contoh, dalam perintah shalat. Untuk
anak di bawah usia 10 tahun, jika anak itu meninggalkan shalat, maka Islam
hanya memerintahkan orang tua untuk memperingati tanpa hukuman fisik. Baru
setelah anak itu menginjak usia 10 tahun ke atas dan masih meninggalkan shalat
dengan sengaja, orang tua disyariatkan untuk memukulnya dengan pukulan yang
ringan tapi bisa memberikan efek jera. Dan objek pukulan juga ditentukan oleh
syariat, yaitu daerah betis tidak boleh melebihi lututnya.
Apa alasannya? Karena anak yang masih di bawah usia 10 tahun itu
relatif belum bisa berpikir logis. Mereka masih sangat asyik dengan berbagai
macam permainan. Sedangkan anak yang usianya di atas 10 tahun, mereka cenderung
sudah bisa membedakan mana yang baik (menguntungkan) bagi diri mereka dan mana
yang buruk (merugikan). Atau Islam menyebutnya Tamyiz.
Di Indonesia, hal itu juga rupanya sudah disadari oleh para pakar
kita. Sebagianbesar dari mereka merumuskan beberapa jenjang pendidikan yang
kemudian kita kenal dengan “sekolah”.
Pada masa penjajahan, tidak banyak sekolah didirikan.karena
terbentur dengan peraturan VOC yang melarang kaum miskin untuk bersekolah. Saat
itu yang boleh bersekolah hanya anggota keluarga pejabat atau konglomerat. Ini
adalah upaya pembodohan yang dilakukan oleh belanda agar rakyat Indonesia tetap
terbelenggu dalam ketertinggalan peradaban.
Meski demikian, peraturan itu juga tidak berlaku bagi sebagian
kalangan, yaitu para Kiai dengan pesantrennya. Para Kiai tetap bisa mendirikan
sebuah kajian keilmuan yang walaupun tidak formal tetap diminati oleh kalangan
menengah ke bawah.
Kesuksesan pesantren dengan tidak terendusnya kegiatan mereka oleh
penjajah itu tidak lepas dari siasat kamuflase para Kiai. Beliau-beliau
menyamarkan nama “sekolah” menjadi “pengajian” atau “madrasah”. Sehingga
penjajah mengira jika pesantren itu hanyalah sebuah tempat pengajaran agama.
Padahal pada kenyataannya di situ juga diajarkan materi lain termasuk siasat
perang. Maka tak heran jika pada saat itu pesantren banyak melahirkan
pejuang-pejuang kemerdekaan yang handal dan Kiai sendiri sebagai Panglimanya.
Beda dulu, beda pula sekarang. Dulu karena didukung situasi yang
tertindas secara fisik, lembaga pendidikan Islam semisal pesantren banyak
menelurkan pejuang kemerdekaan yang menghadapi penjajah dengan frontal.
Sedangkan sekarang penjajahan yang terjadi tidak berbentuk fisik, melainkan
ideologi dan kebudayaan. Karena itu diharapkan lembaga pendidikan Islam,
khususnya pesantren, mampu mencetak alumni yang teguh dalam keimanan dan
pemikiran.
Sesuai dengan perkembangannya, di Indonesia terdapat beberapa model
pendidikan Islam. Berikut kami sebutkan sepengetahuan kami:
1.
Pesantren
Lembaga ini adalah yang pertama muncul di tengah-tengah masyrakat.
Umumnya dipimpin oleh seorang Kiai atau Ustadz. Lazimnya Kiai dianggap “Raja
kecil” di sebuah “negara” bernama pesantren. Kata-katanya adalah hukum yang
harus ditaati. Ada 3 model pesantren yang selama ini diketahui, yaitu;
-
Salafy.
Pesantren
tipe ini adalah pesantren yang murni mengajarkan ilmu-ilmu keislaman saja. sama
sekali tidak ada ilmu umum seperti matematika, IPA, IPS, dll yang disajikan di
sini. Hanya khusus ilmu-ilmu yang berasal dari kitab kuning.
-
Semi Modern.
Di
pesantren ini pengajaran antara ilmu agama dan ilmu umum relatif berimbang.
Karena alumninya tidak hanya di arahkan untuk menjadi “kiai” atau “ustadz”,
tapi bisa lebih fleksibel dan juga berguna bagi masyarakat dalam bidang selain
keagamaan. Misalnya pegawai, pejabat, dsb.
-
Modern.
Sesuai
dengan namanya, pesantren ini cenderung lebih memperbanyak porsi pelajaran umum
daripada pelajaran agama. Karena tujuan pencetakan alumninya adalah lebih
banyak untuk terjun di lingkungan modern. Artinya selalu up to date.
Pengajaran agamanya hanya berkisar pada pengetahuan dasar saja.
2.
Sekolah atau
Madrasah
Lembaga ini adalah bentuk lain dari perwujudan pendidikan Islamdi
Indonesia. Awal kemunculannya adalah di daerah-daerah yang jauh dari jangkauan
para Kiai atau lebih “dikuasai” kaum intelek yang berpikiran modern. Bisa
dikatakan lembaga ini adalah hasil duplikasi atau adaptasi dari sekolah-sekolah
buatan penjajah yang kemudian menjelma menjadi tandingannya. Makanya sistem
pengajaran yang digunakan itu banyak kemiripan dengan sekolah umum. Ada banyak
tingkatan yang ditawarkan. Yaitu;
-
RA atau TPA/TPQ
(setingkat TK)
-
MI atau SDI
(setingkat SD)
-
MTs atau SMPI
(setingkat SMP)
-
MA atau SMAI
(setingkat SMA/SMU)
-
Perguruan
Tinggi
Walaupun ada sebagian sekolah yang menyediakan asrama, tapi kadar
keterikatan antara siswa dan asramanya masih kalah jika dibandingkan dengan
santri dan pondoknya. Khusus PT, biasanya menggunakan nama lain untuk
asramanya, yaitu Ma’had ‘aly.
Dengan demikian, disadari ataupun tidak, lembaga-lembaga pendidikan
Islam juga turut andil merebut kemerdekaan dari tangan penjajah serta mendorong
kemajuan bangsa dan negara Indonesia dengan mencetak alumnus yang berkualitas.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
ð Pendidikan adalah suatu proses pembelajaran yang bertujuan untuk
membentuk seseorang menjadi pribadi yang lebih baik dan berguna.
ð Islam memandang pendidikanitu sangat penting adanya. Karena dengan
menjalani sebuah proses itulah seseorang bisa mendapatkan ilmu pengetahuan yang
dapat menunjang taraf hidup dan posisinya di hadapan Allah dan manusia lainnya.
ð Secara garis besar, ada 2 model pendidikan Islam di Indonesia.
Yaitu;
1.
Pesantren
-
Salafy.
-
Semi Modern.
-
Modern.
2.
Sekolah/
Madrasah
-
RA/ TPA/ TPQ
(TK).
-
MI/ SDI (SD).
-
MTs/ SMPI (SMP).
-
MA/ SMAI (SMA/
SMU).
-
Perguruan
Tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
·
Arifin, HM.,
Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2003
·
Drajat, Zakiah,
dkk, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1996
·
Hasbullah,
Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,
2001
·
Kamus Besar Bahasa
Indonesia
·
Purwanto, M.
Ngalim, Ilmu Pendidikan Teoritis, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,1995
·
UU Sisdiknas
·
Zauharin,
et.al., Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Bumi Aksara, 1985
·
No comments:
Post a Comment