Saturday, November 23, 2019

Hadits-Hadits Tentang Etos Kerja


BAB I
LATAR BELAKANG
            Dalam kehidupan sehari-hari sebagai umat Islam, selain diperintahkan  untuk beribadah kita juga diperintahkan untuk berusaha memenuhi kebutuhan hidup dengan bekerja. Allah SWT tidak menginginkan hambanya berpangku tangan dan berpasrah diri saja, karena Allah SWT ingin kita mencari harta untuk menjalani kehidupan. Jika kita tidak bekerja maka kita tidak akan memliki harta untuk mencari makan, apabila kita tidak makan maka tidak akan ada tenaga untuk beribadah kepada Allah SWT. Kita juga diperintahkan oleh Allah SWT untuk mencari pekerjaan dengan cara yang halal dan diridhoi oleh-Nya.
            Dalam Al-Qur’an dan Hadits sudah sangat jelas mengenai pekerjaan yang baik dan bagaimana cara kita memperoleh rezeki dengan ridho Allah SWT. Hal ini sangat penting sekali dibahas, karena semua orang di duna ini pasti membutuhkan sandang, pangan, maupun papan. Dalam hal ini, pasti setiap manusia akan berlomba-lomba untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Maka dari itu, bekerja sangatlah penting untuk mendapatkan apa yang dibutuhkan. Tetapi perlu diingat bahwa semua yang telah kita dapat di dunia ini hanyalah titipan dari Aallah SWT semata.
            Bekerja adalah penyebab utama penghasilan dari harta/benda dan unsur utama pula dalam upaya memakmurkan diri dan bumi Allah SWT. Kerja dan usaha merupakan cara pertama dan utama yang ditekankan Al-Qur’an, karena kerja selain sejalan dengan naluri manusia untuk memiliki sesuatu (Q.S. Ali Imran 3:14).[1]
            Dalam bekerja, manusia harrus memiliki etos dan pendayagunaan akal untuk meringankan beban tenaga yang terbatas namun meraih prestasi sehebat mungkin. Bilamana manusia bekerja tanpa etos, moral, dan akal, maka gaya kerja manusia meniru hewan turun ketingkat kerendahan. Demikian juga manusia yang bekerja tanpa menggunakan akal, maka hasil kerjanya tidak akan memperoleh kemajuan apa-apa.[2]
            Maka dari itu, dalam kesempatan kali ini kami akan membahas tentang etos kerja, dengan begitu apabila kita bekerja dengan mengenal etos maka akan mendapatkan hasil yang lebih baik.

BAB II
SIKAP DAN PERILAKU ETOS KERJA
            Etos kerja dalam bisnis syariah merupakan semangat kerja yang didasari oleh suatu kebiasaan kerja yang Islami bertumpu pada akhlakul karimah. Dalam budaya Islam, akhlak merupakan sumber energi batin yang terus menyala dan membawa kita ke jalan yang lurus.[3]
            Bisnis syari’ah memiliki etos kerja yang merupakan suatu sikap dan perilaku dalam kehidupan yang didasari oleh kenyakinan yang sangat mendalam. Sikap dan perilaku yang dimaksud dalam etos kerja bsnis syari’ah tersebut, sebagai berikut:
1.      Menghargai Waktu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun telah mengabarkan bahwasanya waktu adalah salah satu nikmat di antara nikmat-nikmat Allah kepada hamba-hamba-Nya yang harus disyukuri. Jika tidak maka nikmat tersebut akan diangkat dan pergi meninggal pemiliknya.
لاَ تَزُوْلُ قَدَمُ عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ أَرْبَعٍ : عَنْ جَسَدِهِ فِيْمَا أَبْلاَهُ وَعَنْ عُمْرِهِ فِيْمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْ أَيْ شَيْءٍ أَنْفَقَهُ وَعَنْ عِلْمِهِ كَيْفَ عَمِلَ فِيْه
Artinya: “Tidak akan bergeser kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai ia ditanya tentang empat perkara; Tentang badannya, untuk apa ia gunakan, tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang hartanya dari mana ia peroleh dan dalam hal apa ia belanjakan, dan tentang ilmunya bagaimana ia beramal dengannya.” (HR. Tirmidzi, dihasankan oleh Syekh Al Albani).
Waktu luang adalah salah satu nikmat yang banyak dilalaikan oleh manusia. Maka Anda akan melihat mereka menyia-nyiakannya dan tidak mensyukurinya. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,
اِغْتَنَمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغُلِكَ وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ
Artinya: “Gunakanlah lima perkara sebelum datang yang lima; masa mudamu sebelum datang masa tuamu, masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu, waktu kayamu sebelum datang waktu miskinmu, waktu luangmu sebelum datang waktu sibukmu, dan masa hidupmu sebelum datang ajalmu.” (HR. Hâkim, dishahihkan oleh Al Albâni).
Masa muda hendaklah dipergunakan sebaik-baiknya untuk mencapai kebaikan, kesuksesan, dan keberhasilan, karena pada masa itu kita mempunyai ambisi, keinginan dan cita-cita yang ingin kita raih, bukan berarti masa tua menghalangi kita untuk tetap berusaha mencapai keinginan, tetapi usaha masa tua akan berbeda halnya dengan usaha saat kita masih muda. Maka dari itu, masa muda hendaklah diisi dengan berbagai kegiatan yang bermanfaat hingga tidak menyesal di kemudian hari.
2.      Ikhlas
Ikhlas artinya bersih, murni, tidak terkontaminasi dengan sesuatu yang mengotori. Orang yang ikhlas dalam bekerja, memandang tugasnya sebagai pengabdian atau amanah yang seharusnya dilakukan tanpa pretensi apapun dan dilaksanakan secara  profesional.[4]
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص : اِنَّ اللهَ لاَ يَنْظُرُ اِلىَ اَجْسَامِكُمْ
وَلاَ اِلىَ صُوَرِكُمْ وَ لٰكِنْ يَنْظُرُ اِلىَ قُلُوْبِكُمْ. مسلم
Artinya: Dari Abu Hurairah RA, ia berkata, Rasulullah SAW pernah bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak melihat (menilai) bentuk tubuhmu dan tidak pula menilai kebagusan wajahmu, tetapi Allah melihat (menilai) keikhlasan hatimu”. (HR. Muslim)
            Dengan adanya hadits tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa Allah SWT tidak akan melihat seseorang secara fisiknya melainkan melihat seseorang dengan keiklasan hatinya dalam hal apapun di dunia ini, begitu juga dalam bekerja. Jika seseorang tidak melakukan kegiatan dengan hati yang ikhlas, maka kelak orang tersebut akan sangat menyesal. Karena dalam dunia ini, dimata Allah SWT semua orang tampak sama, yang membedakannya adalah sikap dan perilakunya di dunia, juga keikhlasan hatinya dalam melakukan suatu pekerjaan dan memberikan manfaat kepada orang lain.
3.      Larangan Meminta-minta 
Dalam Islam, seseorang yang masih sanggup untuk bekerja dengan sungguh-sungguh dilarang oleh Allah SWT untuk melakukan kegiatan yang menjadikan orang-orang malas bekerja.
Suatu kewajiban yang tidak bisa dilakukan melainkan dengan pelaksanaan sesuatu, maka sesuatu itu hukumnya wajib. Dengan kemampuan yang Allah karuniakan, Nabi Daud Alaihissallam menjadikannya sebagai mata pencaharian. Beliau makan dari hasilnya, padahal ia seorang nabi dan raja. Hal ini telah dijelaskan pula oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya :
إِنَّ دَاوُدَ النَّبِيَّ كَانَ لاَ يَأْكُلُ إِلاَّ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ
Artinya: “Sesungguhnya Nabi Daud tidak makan kecuali dari hasil jerih payahnya sendiri”. (HR Bukhari no. 1967 dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu).
Dalam hadits lain, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memuji orang yang makan dari hasil jerih payahnya sendiri, lalu menghubungkan pujian ini dengan menceritakan tentang Nabi Daud Alaihissallam :
مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَاماً قَطْ خَيْراً مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَإِنَّ نَبِيَّ اللهِ دَاوُدَ كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ
Artinya: “Tidaklah seseorang memakan makanan yang lebih baik dari memakan hasil jerih payahnya sendiri, dan sesungguhnya Nabi Daud makan dari hasil jerih payahnya sendiri”. (HR Bukhari no. 1966 dari Al Miqdam bin Ma’diyakrib Radhiyallahu ‘anhu).
Imam Bukhari (55) dan Imam Muslim (1002) telah meriwayatkan dari Abu Mas’ud bahwasanya Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda.
إِذَا أَنْفَقَ الرَّجُلُ عَلَى أَهْلِهِ يَحْتَسِبُهَا فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ
Artinya: “Apabila seseorang menafkahkan untuk keluarganya dengan ikhlas maka itu baginya adalah sedekah”.
Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Sa’ad bin Abi Waqash Radhiyallahu ‘anhu.
وَلَسْتُ تُنْفِقُ نَفَقَةً تَبْتَغِي بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلاَّ أُجِرْتَ بِهَا حَتَّى اللُّقْمَةُ تَجْعَلُهَا فِي فِيِّ امْرَ أَتِكَ
Artinya: “Dan tidaklah engkau menafkahkan satu nafkah karena mengharapkan wajah Allah melainkan engkau mendapatkan pahala dengannya hingga sesuap yang engkau suapkan di mulut istrimu” (Diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim)
            Dari ketiga hadits tersebut telah diketahui bahwa sesungguhnya setiap manusia di dunia ini harus bekerja dengan sungguh-sungguh melalui hasil jerih payahnya sendiri tanpa harus meminta-minta kepada orang lain.
4.      Jujur
Seseorang yang jujur di dalam jiwanya terdapat nilai rohani yang memantulkan sikap berpihak kepada kebenaran, moral yang terpuji, dan  bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya, sehingga ia hadir sebagai orang yang berintegritas yang mempunyai kepribadian terpuji dan utuh.
Dalam hadits dari sahabat 'Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu ‘anhu dijelaskan keutamaan sikap jujur dan bahaya sikap dusta.  Ibnu Mas’ud menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِى إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِى إِلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا
Artinya: “Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Hati-hatilah kalian dari berbuat dusta, karena sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan mengantarkan pada neraka. Jika seseorang sukanya berdusta dan berupaya untuk berdusta, maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.
Terkhusus lagi, terdapat perintah khusus untuk jujur bagi para pelaku bisnis karena memang kebiasaan mereka adalah melakukan penipuan dan menempuh segala cara demi melariskan barang dagangan.
Dari Rifa'ah, ia mengatakan bahwa ia pernah keluar bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ke tanah lapang dan melihat manusia sedang melakukan transaksi jual beli. Beliau lalu menyeru, “Wahai para pedagang!” Orang-orang pun memperhatikan seruan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sambil menengadahkan leher dan pandangan mereka pada beliau. Lantas Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,[5]
إِنَّ التُّجَّارَ يُبْعَثُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فُجَّارًا إِلاَّ مَنِ اتَّقَى اللَّهَ وَبَرَّ وَصَدَقَ
Artinya: “Sesungguhnya para pedagang akan dibangkitkan pada hari kiamat nanti sebagai orang-orang fajir (jahat) kecuali pedagang yang bertakwa pada Allah, berbuat baik dan berlaku jujur.”
Dalam hal tersebut, telah diketahui bahwa pada hari kiamat nanti akan dimintai pertanggungjawaban kepada orang-orang  yang tidak berlaku jujur di dunia ini bahkan dalam melakukan pekerjaan.
5.      Bertanggung Jawab
Seorang pemimpin dan pelaku bisnis syari’ah perlu menumbuh-kembangkan sikap bertanggung jawab dikalangan karyawannya dengan menanamkan paradigma berpikir dan sikap mental yang amanah. Menunaikan amanah dengan sebaik-baiknya merupakan ciri orang yang profesional, karena yang profesinal itu adalah orang yang mengerti apa arti tangung jawab.
Diantara hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kewajiban menjaga amanah dan ancaman dari meninggalkannya adalah sebagai berikut.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ بَيْنَمَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَجْلِسٍ يُهَدَّثُ الْقَوْمَ جَاءَهُ أََعْرَابِيُّ فَقَالَ : مَتَى السَّاعَةُ؟ فَمَضَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحَدِّثُ فَقَالَ بَعْضُ الْقَوْمِ : سَمِعَ مَا قَالَ فَكَرِهَ مَ قَالَ وَ قَالَ بَعْضُهُمْ : بَلْ لَمْ يَسْمَعْ حَتَّى إِذَا قَضَى حَدِيثَهُ قَالَ : أَيْنَ أُرَاهُ السَّائِلُ عَنِ السَا عَة؟ قَالَ : هَا أَنا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ : فَإِذَاضُيِّعَتِ اْلأَمَانَةُ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ قَالَ : كَيْفَ إِضَاعَتُهَا؟ قَالَ :إِذَا وُسِّدَ اْلأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ
Artinya: Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Ketika Nabi di suatu majelis berbicara kepada orang-orang, datanglah seorang Arab badui lantas berkata. ‘Kapan terjadinya Kiamat? Rasulullah terus berbicara, sebagian orang berkata, ‘Beliau mendengar apa yang dikatakannya dan beliau membencinya’, sebagian lain mengatakan, ‘Bahkan ia tidak mendengar’, sehingga tatkala beliau menyelesaikan pembicaraannya beliau berkata, ‘Mana orang yang bertanya tentang hari Kiamat?’ Ia berkata, ‘Ini aku wahai Rasulullah’, Rasul bersaba, ‘Apabila amanah telah disia-siakan maka tunggulah hari Kiamat’. Ia bertanya lagi, ‘Bagaimana menyia-nyiakannya?’ Beliau menjawab,‘Apabila diserahkan urusan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah hari Kiamat”(Diriwayatkan Al-Bukhari)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَذِّاْلأَمَانَةَ إِلَى مَنِ ائْتَمَنَكَ وَلاَ تَخُنْ مَنْ خَانَكَ
Artinya: Dari Abu Hurairah, ia berkata, ‘Rasulullah telah bersabda, “Tunaikanlah amanah kepada orang yang memberi amanah kepadamu, dan janganlah kamu mengkhianati orang yang mengkhianatimu” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud 3535 dan At-Tirmidzi 1264, ia berkata, “ini adalah hadits hasan gharib”. Lihatlah, As-Silsilah Ash-Shahihah oleh Al-Albani 424)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ : إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَ اؤْتُمِنَ خَانَ
Artinya: Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda, “Tanda seorang munafik ada tiga : apabila berbicara ia berdusta, apabila berjanji ia mungkir, dan apabila diberi amanah ia berkhianat” (Diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim)
6.      Leadership
Leadership artinya memiliki jiwa kepemimpinan (khalifah fil ardhi) yang berarti mengambil peran sebagai pemimpin dalam kehidupan dimuka bumi. Kepemimpinan berarti mengambil posisi dan sekaligus memainkan peran sehingga kehadirannya memberikan pengaruh positif pada lingkungannya.[6]
Islam menetapkan tujuan dan tugas utama pemimpin adalah untuk melaksanakan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya serta melaksanakan perintah-perintah-Nya. Ibnu Taimyah mengungkapkan bahwa kewajiban seorang pemimpin yang telah ditunjuk dipandang dari segi agama dan dari segi ibadah adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Pendekatan diri kepada Allah adalah dengan menaati peraturan-peraturan-Nya dan Rasul-Nya. Namun hal itu lebih sering disalah gunakan oleh orang-orang yang ingin mencapai kedudukan dan harta.
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ الْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا وَالْخَادِمُ رَاعٍ فِي مَالِ سَيِّدِهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Artinya: Dari Ibn Umar r.a. Sesungguhnya Rasulullah Saw. Berkata: ”Kalian adalah pemimpin, yang akan dimintai pertanggungjawaban. Penguasa adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Suami adalah pemimpin keluarganya, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Istri adalah pemimpin dirumah suaminya, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Pelayan adalah pemimpin dalam mengelola harta tuannya, dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Oleh karena itu kalian sebagai pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.
Hal yang paling mendasar yang dapat diambil dari hadis diatas adalah bahwa dalam level apapun, manusia adalah pemimpin termasuk bagi dirinya sendiri. Setiap perbuatan dan tindakan  memiliki resiko yang harus dipertanggungjawabkan.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ
Artinya: Dari Abu Hurairah ra., dari Nabi Saw., beliau bersabda: “Ada tujuh golongan yang akan mendapat naungan Allah pada hari yang tiada naungan kecuali naungan-Nya, yaitu : Pemimpin yang adil, Pemuda yang senantiasa beribadah kepada Allah Ta’ala, Seseorang yang hatinya senantiasa digantungkan (dipertautkan)” dengan masjid, Dua orang saling mencintai karena Allah, yang keduanya berkumpul dan berpisah karena-Nya. Seorang laki-laki yang ketika diajak [dirayu] oleh seorang wanita bangsawan yang cantik lalu ia menjawab :”Sesungguhnya saya takut kepada Allah.”Seorang yang mengeluarkan sedekah sedang ia merahasiakanny, sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kanannya dan seseorang yang mengingat Allah di tempat yang sepi sampai meneteskan air mata.”
Setiap orang berhak mengeluarkan pendapatnya dan seorang pemimpin berkewajiban mendengarkan. Ia wajib menjalankan hasil musyawarah dan setiap keputusan yang telah disepakati bersama wajib dilaksanakan karena itu merupakan amanat yang dibebankan kepadanya. Dalam hadits diatas diungkapkan keutamaan seorang pemimpin yang adil sehingga mendapatkan posisi pertama orang yang mendapatkan naungan dari Allah pada hari kiamat. Hal ini menunjukkan begitu beratnya menjadi seorang pemimpin untuk selalu adil dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan.
7.      Kreatif
Orang yang kreatif selalu ingin mencoba gagasan-gagasan baru  dan asli untuk mencapai efektivitas dan efisiensi dalam melaksanakan pekerjaannya. Orang kreatif selalu bekerja dengan sistematis dengan mengemukakan data dan informasi yang relevan, orang yang kreatif biasa berpikir dengan otak kanan yaitu mencari alternatif pemecahan masalah. Orang yang kreatif itu selalu ingin mencari tahu apa makna dari suatu fenomena yang nampak di depan matanya.
Sebagaimana Sabda Rasulullah SAW:
عَنْ عَاصِمْ بْنِ عُبَيْدِ الله عَنْ سَالِمْ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ للهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُؤْمِنَ الْمُحْتَرِفَ (أخرجه البيهقى)
Artinya: Dari ‘Ashim Ibn ‘Ubaidillah dari Salim dari ayahnya, Ia berkata bahwa Rasulullah Saw. Bersabda: “Sesungguhnya Allah menykai orang mukmin yang berkarya.”(H. R. Al-Baihaqi).

            Berdasarkan hadits di atas dapat disebutkan bahwa berwirausaha merupakan kemampuan dalam hal menciptakan kegiatan usaha. Kemampuan menciptakan memerlukan adanya kreativitas dan inovasi.
Kreatifitas adalah mampu menangkap dan menciptakan peluang-peluang bisnis yang bisa dikembangkan. Di tengah persaingan bisnis yang ketat sekalipun seorang wirausaha tetap mampu menangkap dan menciptakan peluang baru untuk berbisnis, sehingga ia tidak pernah khawatir kehabisan lahan.[7]

8.      Disiplin
Disiplin adalah kemampuan untuk mengendalikan diri dan tetap taat walaupun dalam keadaan situasi  yang menekan. Orang yang memiliki disiplin sangat berhati-hati dalam mengelola pekerjaannya, serta penuh tangggung jawab memenuhi kebutuhannya.
Dari Ibnu Umar r.a, bahwasannya Rasulullah SAW bersabda,[8]
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ أَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَنْكِبِي فَقَالَ كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَقُولُ إِذَا أَمْسَيْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الصَّبَاحَ وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الْمَسَاءَ وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ

Artinya: Dari Ibnu Umar Radhiallahu Anhuma, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam memegang pundakku, lalu bersabda: Jadilah engkau di dunia ini seakan-akan sebagai orang asing atau pengembara. Lalu Ibnu Umar Radhiallahu Anhuma berkata: “Jika engkau di waktu sore, maka janganlah engkau menunggu pagi dan jika engkau di waktu pagi, maka janganlah menunggu sore dan pergunakanlah waktu sehatmu sebelum kamu sakit dan waktu hidupmu sebelum kamu mati”. (HR. Bukhari, Kitab Ar Riqaq)

            Telah diketahui dari hadits diatas bahwasannya kita harus benar-benar disiplin dalam urusan bekerja, bukan hanya itu tepatnya harus  disiplin dalam mengatur waktu. Telah disebutkan bahwa jika kita memliki waktu luang disuatu waktu dan memiliki tanggung jawab atas apa yang ia kerjakan, maka harus menggunakan waktu luang tersebut untuk mengerjakan apa yang belum ia selesaikan. Karena waktu adalah segalanya, maka  gunakanlah waktu sebaik mungkin sebelum ajal menjemputmu.
Jika kita sebagai pemimpin, maka kita memiliki kewajiban mengendalikan diri tidak hanya menanamkan disiplin terhadap bawahan tetapi juga harus menanamkan sikap disiplin tersebut pada dirinya sendiri.

BAB III
SIMPULAN
            Bekerja merupakan suatu fitrah manusia di dunia ini dan salah satu identitas manusia. Dalam bekerja harus ditanamkan prinsip-prinsip iman  tauhid dan tanggung jawab atas apa yang telah dilakukan. Etos kerja merupakan totalitas kepribadian diri serta cara mengekspresikan, memandang, meyakini, dan memberikan sesuatu yang bermakna, yang mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih amal yang optimal (high performance).
Dengan adanya etos kerja, akan memberikan sebuah peluang bagi perusahaan untuk bisa mencapai tujuan yang sudah direncanakan di masa yang akan datang. Tentunya agar kondisinya bisa jauh lebih baik dibandingkan dengan yang sudah lalu.
Dengan adanya etos kerja, maka nantinya sumberdaya manusia bisa lebih menghargai waktu, menjadi pribadi yang disiplin, karena waktu ini juga sangat mempengaruhi produktivitas kerja.
            Bagi siapapun seorang muslim yang melakukan pekerjaan dengan serius dan juga kerja keras, maka hasil akhirnya bukan hanya uang saja, melainkan juga akan diberikan dengan amal perbuatan. Namun dengan catatan bahwa pekerjaan yang dilakukan tersebut juga harus jenis pekerjaan yang baik, membawa faedah bagi banyak orang bukan pekerjaan yang justru menyesatkan.

DAFTAR PUSTAKA

Buku:
            Abdullah, Ma’ruf, Manajemen Bisnis Syari’ah, Yogyakarta: Aswaja Persindo,
2014.
            Rodin, Dede, Tafsir Ayat Ekonomi, Semarang: CV. Karya Abadi Jaya, 2015.
            Ya’qub, Hamzah, Etos Kerja Islami, Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1992.


No comments:

Post a Comment

Metode Pelaksanaan Bangunan

 LINGKUP PEKERJAAN Lingkup pekerjaan yang akan dilaksanakan yakni : I                PEKERJAAN PERSIAPAN II               PEKERJAAN TANAH DA...