Saturday, December 28, 2019

Pengaruh Puasa Ramadhan Terhadap Suplai Nutrisi Melalui Darah Untuk Sistem Kinerja Otak


PROPHETIC HEALTH: PENGARUH PUASA RAMADHAN TERHADAP SUPLAI NUTRISI MELALUI DARAH UNTUK SISTEM KINERJA OTAK

Paper ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Literasi dan Komunikasi Akademik
Dosen Pengampu : Eka Sulistyowati, S.Si., M.A.




Disusun Oleh :
Nama       : Baiq Mira Nurfatihah
NIM         : 17106040030
Prodi        : Biologi


FAKULTAS SAINS & TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2018
PENDAHULUAN
Otak merupakan organ tubuh yang istimewa karena otak membutuhkan oksigen dalam jumlah yang banyak dan menerima suplai oksigen hanya dari darah tiap waktu. Aliran darah yang banyak mengandung zat makanan penting bagi pertumbuhan fungsional otak (Hartwig, 2012). Dalam kondisi normal, aliran darah ke otak berkisar 750 mL/menit yang merupakan 15-20% dari curah jantung (Dwiarifiya, 2007). Aliran darah pada daerah tertentu di otak mengalami prubahan setiap saat. Perubahan ini terjadi sebagai respon terhadap perubahan komposisi cairan interestial yang mengiringi aktivitas otak. Seperti pada saat orang berbicara, membaca, makan, puasa, ataupun berjalan (Martini, 2001; Ropper, 2005; McCance, 2006; Dwiarifiya, 2007).
Bulan Ramadhan menjadi bulan dimana umat muslim diwajibkan untuk berpuasa. Perintah tersebut dijelaskan dalam Q.S. Al-Baqarah: 183, “Hai orang-orang yang beriman! diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,”. Pada orang yang berpuasa, pola makan akan mengalami perubahan dimana terjadi penghentian dalam jeda waktu yang relatif lama. Keadaan sedemikian rupa akan mempengaruhi asupan nutrisi yang diperoleh tubuh dan di alirkan ke otak. Hal tersebut dikarenakan antara otak dan perut memiliki hubungan dekat (Gut-Brain connection). Dimana pada usus terdapat sistem saraf tersendiri, yang disebut Sistem Saraf Enterik (ENS) yang memiliki pengaruh besar hingga dijuluki sebagai “otak kedua”. Tugas utama ENS adalah mengatur pencernaan dan mengirimkan sinyal reguler ke otak melaui saraf vagus (The Gut-Brain Connection and How it Impacts Your Health, 2017)
Berdasarkan beberapa literatur yang telah di analisis, belum adanya pembahasan utama mengenai pengaruh puasa Ramadhan terhadap suplai energi ke otak menjadikan penulis tertarik untuk melakukan studi literasi mengenai tema tersebut. Studi literasi ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pembaca dan dapat meluruskan perspektif masyarakat yang merasa bahwa puasa merupakan hal yang berat ketika melakukan aktivitas keseharian, sehingga tidak lazim orang akan mengurangi aktifitas yang berat. Paper ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Literasi dan Informasi Akademik dan mengetahui pengaruh puasa Ramadhan terhadap suplai nutrisi dalam darah ke otak.
PEMBAHASAN
Puasa Ramadhan
Puasa dalam Al-Quran disebut dengan istilah shiyaam dan shaum, yang secara etimologi atau bahasa berarti menahan diri dari sesuatu, baik dalam bentuk perkataan maupun perbuatan (Altuwayjiry, 2008).  Puasa Ramadhan merupakan puasa wajib sehingga harus dilakukan oleh seluruh umat Islam (Amin, 2009; El-Hamdy, 2014). Puasa Ramadhan dilaksanakan pada bulan Ramadhan yaitu bulan di turunkannya Al-Qur’an. Lama puasa bervariasi tergantung letak geografis suatu daerah di bumi, yang berpengaruh terhadap lama siang dan malam. Di Indonesia lama puasa kurang lebih 12-14 jam. Lama berpuasa akan berpengaruh terhadap adaptasi fisiologis tubuh selama puasa (Ana Fauziyati, 2008).
Proses Penyuplaian Energi Ke Otak
Suplai energi di otak berasal dari nutrisi dalam darah. Sistem serebrovaskular memberi otak aliran darah yang banyak mengandung zat makanan yang penting bagi fungsional otak (Hartwig, 2012). Empat arteri besar menyalurkan darah ke otak berupa dua arteri karotis interna dan dua arteri vertebralis (yang menyatu dengan arteri basilaris untuk membentuk sistem vertebrobasilar). Darah arteri yang menuju ke otak berasal dari arkus aorta. Arteri-arteri tersebut berupa arteri penetrans yang merupakan pembuluh yang menyalurkan makanan dan berasal dari arteri-arteri konduktans. Pembuluh-pembuluh ini masuk ke otak dengan sudut tegak lurus serta menyalurkan darah ke strukturstruktur yang terletak di bawah korteks (talamus, hipotalamus, kapsula interna, dan ganglia basal) (Hartwig, 2012).
Hubungan Puasa & Suplay Energi ke Otak
Pada saat berpuasa akan terjadi proses adaptasi tubuh terhadap berkurangnya asupan sumber energi dan cairan. Asupan makanan yang tidak konstan, intermiten, dan tergantung siklus makan akan berpengaruh terhadap adaptasi terkait dengan keseimbangan energi meliputi terjadinya glikogenolisis, lipolisis dan glukoneogenesis (Guyton&Hall, 2007). Terdapat beberapa fase dalam pencernaan makanan sebelum nutrisi dari makanan tersebut diserap oleh  darah kemudian diedarkan ke otak. Fase yang dimaksud berupa fase pengunyahan, fase diglusi (menelan), fase segmentasi (pencampuran), fase propulsi (pergerakan), fase absorpsi (penyerapan), dan fase defikasi (pembuangan) (Fadly, 2010).
Puasa memberikan waktu untuk sistem pencernaan melakukan fase absorbsi yang lebih efektif. Puasa dikatakan juga sebagai fase paska absorbsi. Pada fase absorbsi, zat makanan yang masuk akan diserap melalui traktus digestivus dan diedarkan ke seluruh tubuh. Pada fase ini glukosa sangat berlimpah dan ia merupakan sumber energi terbesar. Sedangkan lemak dan protein sangat sedikit digunakan sebagai sumber energi, karena hampir semua sel akan menggunakan glukosa sebagai sumber energi apabila tersedia. Kelebihan energi tidak segera digunakan tetapi disimpan dalam bentuk glikogen dan trigliserid. Pada fase paska absorbsi cadangan energi dalam tubuh akan dimobilisasi untuk menyediakan energi yaitu melalui proses glikogenolisis (pemecahan glikogen) dan lipolisis (pemecahan lemak) dan juga akan dibentuk glukosa dari sumber nutrien non karbohidrat (glukoneogenesis) (Guyton&Hall, 2007).
Organ yang terlibat dalam keseimbangan energi selama berpuasa adalah otak, hepar, jaringan lemak, dan otot skelet. Otak merupakan organ yang sangat penting bagi pengaturan fungsi tubuh ketika terjadi adaptasi fisiologis saat berpuasa. Otak akan mengatur homeostasis organ tubuh untuk menjaga keseimbangan tubuh itu sendiri.
Sistem homeostasis yang umum dilakukan otak dalam menjaga keseimbangan tubuh ketika berpuasa adalah pada saat menjaga cairan tubuh. Hipofisis posterior dalam otak akan memproduksi Hormon Anti Diuretik (ADH) yang berfungsi meningkatkan kepekatan dalam sel tubulus proksimal dan tubulus distal dari ginjal sehingga meningkatkan reabsorbsi air. Akibatnya volume urin yang diproduksi akan sedikit dan pekat. Penurunan asupan cairan juga akan menurunkan tekanan darah yang merangsang baroreseptor di arteri carotis dan atrium kanan, sehingga akan merangsang saraf simpatis dan terjadi vasokonstriksi sistemik termasuk pada arteri yang menuju ginjal. Pada keadaan ini akan terjadi penurunan Glomerular Filtration Rate (GFR) sehingga produksi urin berkurang (Fauziyati, 2008).
Keadaan kekurangan cairan ini juga akan merangsang ginjal untuk memproduksi Renin, yang melalui jalur Renin Angiotensin Aldosteron (RAA) akan diubah menjadi Aldosteron. Aldosteron meningkatkan reabsorbsi natrium dalam tubulus proksimal ginjal, sehingga meningkatkan reabsorbsi air. Hal ini akan menyebabkan produksi urin dengan volume sedikit. Meskipun volume urin sedikit, ginjal tetap bisa mengekskresikan zat-zat yang bersifat toksik dan harus dibuang dari tubuh, sehingga urin yang dihasilkan berkonsentrasi tinggi atau pekat. Sebagai organ ekskresi utama, ginjal berperan penting dalam adaptasi tubuh terkait dengan keseimbangan cairan pada saat berpuasa (Waugh&Grant, 2003; Guyton&Hall, 2006; Sherwood, 2007; Fauziyati, 2008).
Pengaruh Puasa Terhadap Suplai Energi Ke Otak
1.      Meningkatkan Aliran Darah Ke Otak
Selama sistem pencernaan berjalan, darah akan banyak mengalir untuk melakukan proses pencernaan. Namun ketika menjalani puasa, perut akan mengalami kekosongan yang relatif panjang, sehingga volume darah dibagian pencernaan dapat dikurangi dan digunakan untuk kebutuhan lain terutama untuk melayani otak. Oleh karena itu, ketika berpuasa otak akan menerima aliran darah yang lebih tinggi dibandingkan ketika tidak berpuasa.
2.      Meningkatkan Kinerja Otak
      Pada saat berpuasa otak aktif melakukan pengaturan fungsi tubuh. Otak aktif mengkoordinasi kerja organ-organ terutama dalam menjaga keseimbangan cairan, seperti hati untuk menyediakan glikogen, jaringan lemak untuk menyediakan energi, otot skelet sebagai cadangan protein, ginjal untuk mengatur urin dan lain sebagainya.

3.      Mencerdaskan otak
Di dalam Kitab Ta‟lim al Muta‟allim karya az Zarnuji ada sebuah keterangan bahwa belajar paling efektif adalah pada saat perut lapar, karena pada saat perut kenyang, banyak darah yang tersalur untuk melakukan proses pencernaan. Sewaktu seseorang berpuasa dan perut kosong maka volume darah akan lebih banyak mengalir ke otak. Semakin banyak otak menerima suplai darah, maka semakin baik fungsi otak yang akan mengantarkan pada ketajaman daya pikir, daya ingat, dan lain sebagainya (Anonim, 2014).
Kesimpulan
Puasa Ramadhan memungkinkan seseorang mengalami pengurangan konsumsi makanan selama berpuasa di satu bulan penuh. Konsumsi makanan yang relatif sedikit akan mengakibatkan suplai darah di sistem pencernaan berkurang, sehingga suplai darah ke otak akan relatif meningkat. Semakin banyak suplai darah ke otak, semakin tinggi pula suplai nutrisi ke otak. Hal tersebut mengakibatkan kinerja otak lebih optimal dan berdampak pula pada peningkatan konsentrasi berfikir sehingga mampu meningkatkan kemampuan kognitif seseorang.

Referensi
Al-Qur’an dan Terjemahannya. 2008. Departemen Agama RI.
Beshyah SA, Fathalla W, Saleh AK, Al Kaddour, Noshi M, Al Hateethi H, et al. Mini-symposium: Ramadhan fasting and the medical patient: an overview for clinicians. Ibnosina Journal of Medicine and Biomedical Sciences 2010; 2(5): 240-57.
El-Wakil HS, Desoky I, Lotfy N, Adam AG. Fasting the month of Ramadan by Muslims: Could it be injurious to their kidneys? Saudi J Kidney Dis Transpl. 2007; 18: 349-54.
Fauziyati, Ana. 2008. Adaptasi Fisiologis Selama Puasa (Physiological Adaptation During Fasting). Jurnal Logika, No. 01 Vol. 5 2008.
Firmansyah, M. Adi. 2015. Pengaruh Puasa Ramadhan pada Beberapa Kondisi Kesehatan. Majalah Kesehatan Asy-syifa 2015; 230 Vol. 42 No. 7.
Hilda, Leyla. 2014. Puasa dalam Kajian Islam dan Kesehatan. Jurnal Hikmah, No. 01 Vol. 08 2014.
Qulub, A. Syifa’ul. 2016. Pengaruh Puasa Terhadap Kecerdasan Spiritual. Jurnal Pendidikan Islam, No.01 Vol.12 2016.
Sitorus, Rico Januar. 2008. Faktor-Faktor Risiko Yang Mempengaruhi Kejadian Stroke Pada Usia Muda Kurang Dari 40 Tahun (Studi Kasus Di Rumah Sakit Di Kota Semarang). Jurnal Epidemiologi, 2010.
Ulfah, Zakiah. 2016. Manfaat Puasa Dalam Perspektif Sunnah dan Kesehatan. Skripsi: Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.
Andreani, Febby V, Belladonna, M, Hendrianingtyas M. 2018. Hubungan Antara Gula Darah Sewaktu dan Puasa dengan Perubahan Skor NIHSS pada troke Iskemik Akut. Jurnal Kedokteran Diponegoro. No. 01 Vol. 07 2018.
Subrata, SA, Dewi, MV. 2017. Puasa Ramadhan dalam Perspektif Kesehatan: Literatur Review. Jurnal Studi Islam dan Humaniora: Khazanah. No. 02 Vol. 15 2017.

No comments:

Post a Comment

Metode Pelaksanaan Bangunan

 LINGKUP PEKERJAAN Lingkup pekerjaan yang akan dilaksanakan yakni : I                PEKERJAAN PERSIAPAN II               PEKERJAAN TANAH DA...