Saturday, November 23, 2019

Hadits-Hadits Tentang Etos Kerja


BAB I
LATAR BELAKANG
            Dalam kehidupan sehari-hari sebagai umat Islam, selain diperintahkan  untuk beribadah kita juga diperintahkan untuk berusaha memenuhi kebutuhan hidup dengan bekerja. Allah SWT tidak menginginkan hambanya berpangku tangan dan berpasrah diri saja, karena Allah SWT ingin kita mencari harta untuk menjalani kehidupan. Jika kita tidak bekerja maka kita tidak akan memliki harta untuk mencari makan, apabila kita tidak makan maka tidak akan ada tenaga untuk beribadah kepada Allah SWT. Kita juga diperintahkan oleh Allah SWT untuk mencari pekerjaan dengan cara yang halal dan diridhoi oleh-Nya.
            Dalam Al-Qur’an dan Hadits sudah sangat jelas mengenai pekerjaan yang baik dan bagaimana cara kita memperoleh rezeki dengan ridho Allah SWT. Hal ini sangat penting sekali dibahas, karena semua orang di duna ini pasti membutuhkan sandang, pangan, maupun papan. Dalam hal ini, pasti setiap manusia akan berlomba-lomba untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Maka dari itu, bekerja sangatlah penting untuk mendapatkan apa yang dibutuhkan. Tetapi perlu diingat bahwa semua yang telah kita dapat di dunia ini hanyalah titipan dari Aallah SWT semata.
            Bekerja adalah penyebab utama penghasilan dari harta/benda dan unsur utama pula dalam upaya memakmurkan diri dan bumi Allah SWT. Kerja dan usaha merupakan cara pertama dan utama yang ditekankan Al-Qur’an, karena kerja selain sejalan dengan naluri manusia untuk memiliki sesuatu (Q.S. Ali Imran 3:14).[1]
            Dalam bekerja, manusia harrus memiliki etos dan pendayagunaan akal untuk meringankan beban tenaga yang terbatas namun meraih prestasi sehebat mungkin. Bilamana manusia bekerja tanpa etos, moral, dan akal, maka gaya kerja manusia meniru hewan turun ketingkat kerendahan. Demikian juga manusia yang bekerja tanpa menggunakan akal, maka hasil kerjanya tidak akan memperoleh kemajuan apa-apa.[2]
            Maka dari itu, dalam kesempatan kali ini kami akan membahas tentang etos kerja, dengan begitu apabila kita bekerja dengan mengenal etos maka akan mendapatkan hasil yang lebih baik.

BAB II
SIKAP DAN PERILAKU ETOS KERJA
            Etos kerja dalam bisnis syariah merupakan semangat kerja yang didasari oleh suatu kebiasaan kerja yang Islami bertumpu pada akhlakul karimah. Dalam budaya Islam, akhlak merupakan sumber energi batin yang terus menyala dan membawa kita ke jalan yang lurus.[3]
            Bisnis syari’ah memiliki etos kerja yang merupakan suatu sikap dan perilaku dalam kehidupan yang didasari oleh kenyakinan yang sangat mendalam. Sikap dan perilaku yang dimaksud dalam etos kerja bsnis syari’ah tersebut, sebagai berikut:
1.      Menghargai Waktu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun telah mengabarkan bahwasanya waktu adalah salah satu nikmat di antara nikmat-nikmat Allah kepada hamba-hamba-Nya yang harus disyukuri. Jika tidak maka nikmat tersebut akan diangkat dan pergi meninggal pemiliknya.
لاَ تَزُوْلُ قَدَمُ عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ أَرْبَعٍ : عَنْ جَسَدِهِ فِيْمَا أَبْلاَهُ وَعَنْ عُمْرِهِ فِيْمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْ أَيْ شَيْءٍ أَنْفَقَهُ وَعَنْ عِلْمِهِ كَيْفَ عَمِلَ فِيْه
Artinya: “Tidak akan bergeser kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai ia ditanya tentang empat perkara; Tentang badannya, untuk apa ia gunakan, tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang hartanya dari mana ia peroleh dan dalam hal apa ia belanjakan, dan tentang ilmunya bagaimana ia beramal dengannya.” (HR. Tirmidzi, dihasankan oleh Syekh Al Albani).
Waktu luang adalah salah satu nikmat yang banyak dilalaikan oleh manusia. Maka Anda akan melihat mereka menyia-nyiakannya dan tidak mensyukurinya. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,
اِغْتَنَمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغُلِكَ وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ
Artinya: “Gunakanlah lima perkara sebelum datang yang lima; masa mudamu sebelum datang masa tuamu, masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu, waktu kayamu sebelum datang waktu miskinmu, waktu luangmu sebelum datang waktu sibukmu, dan masa hidupmu sebelum datang ajalmu.” (HR. Hâkim, dishahihkan oleh Al Albâni).
Masa muda hendaklah dipergunakan sebaik-baiknya untuk mencapai kebaikan, kesuksesan, dan keberhasilan, karena pada masa itu kita mempunyai ambisi, keinginan dan cita-cita yang ingin kita raih, bukan berarti masa tua menghalangi kita untuk tetap berusaha mencapai keinginan, tetapi usaha masa tua akan berbeda halnya dengan usaha saat kita masih muda. Maka dari itu, masa muda hendaklah diisi dengan berbagai kegiatan yang bermanfaat hingga tidak menyesal di kemudian hari.
2.      Ikhlas
Ikhlas artinya bersih, murni, tidak terkontaminasi dengan sesuatu yang mengotori. Orang yang ikhlas dalam bekerja, memandang tugasnya sebagai pengabdian atau amanah yang seharusnya dilakukan tanpa pretensi apapun dan dilaksanakan secara  profesional.[4]
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص : اِنَّ اللهَ لاَ يَنْظُرُ اِلىَ اَجْسَامِكُمْ
وَلاَ اِلىَ صُوَرِكُمْ وَ لٰكِنْ يَنْظُرُ اِلىَ قُلُوْبِكُمْ. مسلم
Artinya: Dari Abu Hurairah RA, ia berkata, Rasulullah SAW pernah bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak melihat (menilai) bentuk tubuhmu dan tidak pula menilai kebagusan wajahmu, tetapi Allah melihat (menilai) keikhlasan hatimu”. (HR. Muslim)
            Dengan adanya hadits tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa Allah SWT tidak akan melihat seseorang secara fisiknya melainkan melihat seseorang dengan keiklasan hatinya dalam hal apapun di dunia ini, begitu juga dalam bekerja. Jika seseorang tidak melakukan kegiatan dengan hati yang ikhlas, maka kelak orang tersebut akan sangat menyesal. Karena dalam dunia ini, dimata Allah SWT semua orang tampak sama, yang membedakannya adalah sikap dan perilakunya di dunia, juga keikhlasan hatinya dalam melakukan suatu pekerjaan dan memberikan manfaat kepada orang lain.
3.      Larangan Meminta-minta 
Dalam Islam, seseorang yang masih sanggup untuk bekerja dengan sungguh-sungguh dilarang oleh Allah SWT untuk melakukan kegiatan yang menjadikan orang-orang malas bekerja.
Suatu kewajiban yang tidak bisa dilakukan melainkan dengan pelaksanaan sesuatu, maka sesuatu itu hukumnya wajib. Dengan kemampuan yang Allah karuniakan, Nabi Daud Alaihissallam menjadikannya sebagai mata pencaharian. Beliau makan dari hasilnya, padahal ia seorang nabi dan raja. Hal ini telah dijelaskan pula oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya :
إِنَّ دَاوُدَ النَّبِيَّ كَانَ لاَ يَأْكُلُ إِلاَّ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ
Artinya: “Sesungguhnya Nabi Daud tidak makan kecuali dari hasil jerih payahnya sendiri”. (HR Bukhari no. 1967 dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu).
Dalam hadits lain, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memuji orang yang makan dari hasil jerih payahnya sendiri, lalu menghubungkan pujian ini dengan menceritakan tentang Nabi Daud Alaihissallam :
مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَاماً قَطْ خَيْراً مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَإِنَّ نَبِيَّ اللهِ دَاوُدَ كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ
Artinya: “Tidaklah seseorang memakan makanan yang lebih baik dari memakan hasil jerih payahnya sendiri, dan sesungguhnya Nabi Daud makan dari hasil jerih payahnya sendiri”. (HR Bukhari no. 1966 dari Al Miqdam bin Ma’diyakrib Radhiyallahu ‘anhu).
Imam Bukhari (55) dan Imam Muslim (1002) telah meriwayatkan dari Abu Mas’ud bahwasanya Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda.
إِذَا أَنْفَقَ الرَّجُلُ عَلَى أَهْلِهِ يَحْتَسِبُهَا فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ
Artinya: “Apabila seseorang menafkahkan untuk keluarganya dengan ikhlas maka itu baginya adalah sedekah”.
Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Sa’ad bin Abi Waqash Radhiyallahu ‘anhu.
وَلَسْتُ تُنْفِقُ نَفَقَةً تَبْتَغِي بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلاَّ أُجِرْتَ بِهَا حَتَّى اللُّقْمَةُ تَجْعَلُهَا فِي فِيِّ امْرَ أَتِكَ
Artinya: “Dan tidaklah engkau menafkahkan satu nafkah karena mengharapkan wajah Allah melainkan engkau mendapatkan pahala dengannya hingga sesuap yang engkau suapkan di mulut istrimu” (Diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim)
            Dari ketiga hadits tersebut telah diketahui bahwa sesungguhnya setiap manusia di dunia ini harus bekerja dengan sungguh-sungguh melalui hasil jerih payahnya sendiri tanpa harus meminta-minta kepada orang lain.
4.      Jujur
Seseorang yang jujur di dalam jiwanya terdapat nilai rohani yang memantulkan sikap berpihak kepada kebenaran, moral yang terpuji, dan  bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya, sehingga ia hadir sebagai orang yang berintegritas yang mempunyai kepribadian terpuji dan utuh.
Dalam hadits dari sahabat 'Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu ‘anhu dijelaskan keutamaan sikap jujur dan bahaya sikap dusta.  Ibnu Mas’ud menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِى إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِى إِلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا
Artinya: “Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Hati-hatilah kalian dari berbuat dusta, karena sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan mengantarkan pada neraka. Jika seseorang sukanya berdusta dan berupaya untuk berdusta, maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.
Terkhusus lagi, terdapat perintah khusus untuk jujur bagi para pelaku bisnis karena memang kebiasaan mereka adalah melakukan penipuan dan menempuh segala cara demi melariskan barang dagangan.
Dari Rifa'ah, ia mengatakan bahwa ia pernah keluar bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ke tanah lapang dan melihat manusia sedang melakukan transaksi jual beli. Beliau lalu menyeru, “Wahai para pedagang!” Orang-orang pun memperhatikan seruan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sambil menengadahkan leher dan pandangan mereka pada beliau. Lantas Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,[5]
إِنَّ التُّجَّارَ يُبْعَثُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فُجَّارًا إِلاَّ مَنِ اتَّقَى اللَّهَ وَبَرَّ وَصَدَقَ
Artinya: “Sesungguhnya para pedagang akan dibangkitkan pada hari kiamat nanti sebagai orang-orang fajir (jahat) kecuali pedagang yang bertakwa pada Allah, berbuat baik dan berlaku jujur.”
Dalam hal tersebut, telah diketahui bahwa pada hari kiamat nanti akan dimintai pertanggungjawaban kepada orang-orang  yang tidak berlaku jujur di dunia ini bahkan dalam melakukan pekerjaan.
5.      Bertanggung Jawab
Seorang pemimpin dan pelaku bisnis syari’ah perlu menumbuh-kembangkan sikap bertanggung jawab dikalangan karyawannya dengan menanamkan paradigma berpikir dan sikap mental yang amanah. Menunaikan amanah dengan sebaik-baiknya merupakan ciri orang yang profesional, karena yang profesinal itu adalah orang yang mengerti apa arti tangung jawab.
Diantara hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kewajiban menjaga amanah dan ancaman dari meninggalkannya adalah sebagai berikut.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ بَيْنَمَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَجْلِسٍ يُهَدَّثُ الْقَوْمَ جَاءَهُ أََعْرَابِيُّ فَقَالَ : مَتَى السَّاعَةُ؟ فَمَضَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحَدِّثُ فَقَالَ بَعْضُ الْقَوْمِ : سَمِعَ مَا قَالَ فَكَرِهَ مَ قَالَ وَ قَالَ بَعْضُهُمْ : بَلْ لَمْ يَسْمَعْ حَتَّى إِذَا قَضَى حَدِيثَهُ قَالَ : أَيْنَ أُرَاهُ السَّائِلُ عَنِ السَا عَة؟ قَالَ : هَا أَنا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ : فَإِذَاضُيِّعَتِ اْلأَمَانَةُ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ قَالَ : كَيْفَ إِضَاعَتُهَا؟ قَالَ :إِذَا وُسِّدَ اْلأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ
Artinya: Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Ketika Nabi di suatu majelis berbicara kepada orang-orang, datanglah seorang Arab badui lantas berkata. ‘Kapan terjadinya Kiamat? Rasulullah terus berbicara, sebagian orang berkata, ‘Beliau mendengar apa yang dikatakannya dan beliau membencinya’, sebagian lain mengatakan, ‘Bahkan ia tidak mendengar’, sehingga tatkala beliau menyelesaikan pembicaraannya beliau berkata, ‘Mana orang yang bertanya tentang hari Kiamat?’ Ia berkata, ‘Ini aku wahai Rasulullah’, Rasul bersaba, ‘Apabila amanah telah disia-siakan maka tunggulah hari Kiamat’. Ia bertanya lagi, ‘Bagaimana menyia-nyiakannya?’ Beliau menjawab,‘Apabila diserahkan urusan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah hari Kiamat”(Diriwayatkan Al-Bukhari)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَذِّاْلأَمَانَةَ إِلَى مَنِ ائْتَمَنَكَ وَلاَ تَخُنْ مَنْ خَانَكَ
Artinya: Dari Abu Hurairah, ia berkata, ‘Rasulullah telah bersabda, “Tunaikanlah amanah kepada orang yang memberi amanah kepadamu, dan janganlah kamu mengkhianati orang yang mengkhianatimu” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud 3535 dan At-Tirmidzi 1264, ia berkata, “ini adalah hadits hasan gharib”. Lihatlah, As-Silsilah Ash-Shahihah oleh Al-Albani 424)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ : إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَ اؤْتُمِنَ خَانَ
Artinya: Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda, “Tanda seorang munafik ada tiga : apabila berbicara ia berdusta, apabila berjanji ia mungkir, dan apabila diberi amanah ia berkhianat” (Diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim)
6.      Leadership
Leadership artinya memiliki jiwa kepemimpinan (khalifah fil ardhi) yang berarti mengambil peran sebagai pemimpin dalam kehidupan dimuka bumi. Kepemimpinan berarti mengambil posisi dan sekaligus memainkan peran sehingga kehadirannya memberikan pengaruh positif pada lingkungannya.[6]
Islam menetapkan tujuan dan tugas utama pemimpin adalah untuk melaksanakan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya serta melaksanakan perintah-perintah-Nya. Ibnu Taimyah mengungkapkan bahwa kewajiban seorang pemimpin yang telah ditunjuk dipandang dari segi agama dan dari segi ibadah adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Pendekatan diri kepada Allah adalah dengan menaati peraturan-peraturan-Nya dan Rasul-Nya. Namun hal itu lebih sering disalah gunakan oleh orang-orang yang ingin mencapai kedudukan dan harta.
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ الْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا وَالْخَادِمُ رَاعٍ فِي مَالِ سَيِّدِهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Artinya: Dari Ibn Umar r.a. Sesungguhnya Rasulullah Saw. Berkata: ”Kalian adalah pemimpin, yang akan dimintai pertanggungjawaban. Penguasa adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Suami adalah pemimpin keluarganya, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Istri adalah pemimpin dirumah suaminya, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Pelayan adalah pemimpin dalam mengelola harta tuannya, dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Oleh karena itu kalian sebagai pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.
Hal yang paling mendasar yang dapat diambil dari hadis diatas adalah bahwa dalam level apapun, manusia adalah pemimpin termasuk bagi dirinya sendiri. Setiap perbuatan dan tindakan  memiliki resiko yang harus dipertanggungjawabkan.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ
Artinya: Dari Abu Hurairah ra., dari Nabi Saw., beliau bersabda: “Ada tujuh golongan yang akan mendapat naungan Allah pada hari yang tiada naungan kecuali naungan-Nya, yaitu : Pemimpin yang adil, Pemuda yang senantiasa beribadah kepada Allah Ta’ala, Seseorang yang hatinya senantiasa digantungkan (dipertautkan)” dengan masjid, Dua orang saling mencintai karena Allah, yang keduanya berkumpul dan berpisah karena-Nya. Seorang laki-laki yang ketika diajak [dirayu] oleh seorang wanita bangsawan yang cantik lalu ia menjawab :”Sesungguhnya saya takut kepada Allah.”Seorang yang mengeluarkan sedekah sedang ia merahasiakanny, sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kanannya dan seseorang yang mengingat Allah di tempat yang sepi sampai meneteskan air mata.”
Setiap orang berhak mengeluarkan pendapatnya dan seorang pemimpin berkewajiban mendengarkan. Ia wajib menjalankan hasil musyawarah dan setiap keputusan yang telah disepakati bersama wajib dilaksanakan karena itu merupakan amanat yang dibebankan kepadanya. Dalam hadits diatas diungkapkan keutamaan seorang pemimpin yang adil sehingga mendapatkan posisi pertama orang yang mendapatkan naungan dari Allah pada hari kiamat. Hal ini menunjukkan begitu beratnya menjadi seorang pemimpin untuk selalu adil dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan.
7.      Kreatif
Orang yang kreatif selalu ingin mencoba gagasan-gagasan baru  dan asli untuk mencapai efektivitas dan efisiensi dalam melaksanakan pekerjaannya. Orang kreatif selalu bekerja dengan sistematis dengan mengemukakan data dan informasi yang relevan, orang yang kreatif biasa berpikir dengan otak kanan yaitu mencari alternatif pemecahan masalah. Orang yang kreatif itu selalu ingin mencari tahu apa makna dari suatu fenomena yang nampak di depan matanya.
Sebagaimana Sabda Rasulullah SAW:
عَنْ عَاصِمْ بْنِ عُبَيْدِ الله عَنْ سَالِمْ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ للهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُؤْمِنَ الْمُحْتَرِفَ (أخرجه البيهقى)
Artinya: Dari ‘Ashim Ibn ‘Ubaidillah dari Salim dari ayahnya, Ia berkata bahwa Rasulullah Saw. Bersabda: “Sesungguhnya Allah menykai orang mukmin yang berkarya.”(H. R. Al-Baihaqi).

            Berdasarkan hadits di atas dapat disebutkan bahwa berwirausaha merupakan kemampuan dalam hal menciptakan kegiatan usaha. Kemampuan menciptakan memerlukan adanya kreativitas dan inovasi.
Kreatifitas adalah mampu menangkap dan menciptakan peluang-peluang bisnis yang bisa dikembangkan. Di tengah persaingan bisnis yang ketat sekalipun seorang wirausaha tetap mampu menangkap dan menciptakan peluang baru untuk berbisnis, sehingga ia tidak pernah khawatir kehabisan lahan.[7]

8.      Disiplin
Disiplin adalah kemampuan untuk mengendalikan diri dan tetap taat walaupun dalam keadaan situasi  yang menekan. Orang yang memiliki disiplin sangat berhati-hati dalam mengelola pekerjaannya, serta penuh tangggung jawab memenuhi kebutuhannya.
Dari Ibnu Umar r.a, bahwasannya Rasulullah SAW bersabda,[8]
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ أَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَنْكِبِي فَقَالَ كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَقُولُ إِذَا أَمْسَيْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الصَّبَاحَ وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الْمَسَاءَ وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ

Artinya: Dari Ibnu Umar Radhiallahu Anhuma, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam memegang pundakku, lalu bersabda: Jadilah engkau di dunia ini seakan-akan sebagai orang asing atau pengembara. Lalu Ibnu Umar Radhiallahu Anhuma berkata: “Jika engkau di waktu sore, maka janganlah engkau menunggu pagi dan jika engkau di waktu pagi, maka janganlah menunggu sore dan pergunakanlah waktu sehatmu sebelum kamu sakit dan waktu hidupmu sebelum kamu mati”. (HR. Bukhari, Kitab Ar Riqaq)

            Telah diketahui dari hadits diatas bahwasannya kita harus benar-benar disiplin dalam urusan bekerja, bukan hanya itu tepatnya harus  disiplin dalam mengatur waktu. Telah disebutkan bahwa jika kita memliki waktu luang disuatu waktu dan memiliki tanggung jawab atas apa yang ia kerjakan, maka harus menggunakan waktu luang tersebut untuk mengerjakan apa yang belum ia selesaikan. Karena waktu adalah segalanya, maka  gunakanlah waktu sebaik mungkin sebelum ajal menjemputmu.
Jika kita sebagai pemimpin, maka kita memiliki kewajiban mengendalikan diri tidak hanya menanamkan disiplin terhadap bawahan tetapi juga harus menanamkan sikap disiplin tersebut pada dirinya sendiri.

BAB III
SIMPULAN
            Bekerja merupakan suatu fitrah manusia di dunia ini dan salah satu identitas manusia. Dalam bekerja harus ditanamkan prinsip-prinsip iman  tauhid dan tanggung jawab atas apa yang telah dilakukan. Etos kerja merupakan totalitas kepribadian diri serta cara mengekspresikan, memandang, meyakini, dan memberikan sesuatu yang bermakna, yang mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih amal yang optimal (high performance).
Dengan adanya etos kerja, akan memberikan sebuah peluang bagi perusahaan untuk bisa mencapai tujuan yang sudah direncanakan di masa yang akan datang. Tentunya agar kondisinya bisa jauh lebih baik dibandingkan dengan yang sudah lalu.
Dengan adanya etos kerja, maka nantinya sumberdaya manusia bisa lebih menghargai waktu, menjadi pribadi yang disiplin, karena waktu ini juga sangat mempengaruhi produktivitas kerja.
            Bagi siapapun seorang muslim yang melakukan pekerjaan dengan serius dan juga kerja keras, maka hasil akhirnya bukan hanya uang saja, melainkan juga akan diberikan dengan amal perbuatan. Namun dengan catatan bahwa pekerjaan yang dilakukan tersebut juga harus jenis pekerjaan yang baik, membawa faedah bagi banyak orang bukan pekerjaan yang justru menyesatkan.

DAFTAR PUSTAKA

Buku:
            Abdullah, Ma’ruf, Manajemen Bisnis Syari’ah, Yogyakarta: Aswaja Persindo,
2014.
            Rodin, Dede, Tafsir Ayat Ekonomi, Semarang: CV. Karya Abadi Jaya, 2015.
            Ya’qub, Hamzah, Etos Kerja Islami, Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1992.


Dakwah Rasulullah dan Perang Hunain

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan Makalah tentang Dakwah Rasulullah dan Perang Hunain ini tanpa halangan satu apapun.
Laporan Makalah tentang Minyak Bumi ini merupakan salah satu tugas yang harus dikerjakan oleh siswa / siswi di SMA Negeri 5 Tambun Selatan. Keberhasilan penyusunan laporan ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak yang telah membantu memberikan dorongan serta arahan demi terselesainya tugas ini. Dalam kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada :
1.      Bu Donna selaku Guru mata pelajaran Agama yang telah memberikan bimbinganya sehingga penyusun dapat menyelesaikan penyusunan tugas ini dengan baik.
2.      Sahabat yang selalu ada dan rela berkorban saat penyusun membutuhkan.
3.      Seluruh pihak yang telah membantu hingga selesainya tugas ini, yang tidak dapat penyusun sebutkan satu persatu.
Tugas laporan ini masih jauh dari sempurna, karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat kami harapkan. Harapan penyusun, semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan.          
Wassalmu’alaikum Wr. Wb.


Tambun Selatan,26 April 2016



Bab 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Dakwah Rasulullah SAW

            Dikota mekkah telah kita ketahui bahwa bangsa quraisy dengan segala upaya akan melumpuhkan gerakan Muhammad Saw. Hal ini di buktikan dengan pemboikotan yang dilakukan mereka kepada Bani Hasyim dan Bani Mutahlib. Di antara pemboikotan tersebut adalah:
- Memutuskan hubungan perkawinan
- memutuskan hubungan jual beli
- memutuskan hubungan ziarah dan menziarah dan lain-lain
            Pemboikotan tersebut tertulis di atas kertas shahifah atau plakat yang di gantungkan di kakbah dan tidak akan di cabut sebelum Nabi Muhammad Saw. Menghentikan gerakannya.
            Nabi Muhammad Saw. Merasakan bahwa tidak lagi sesuai di jadikan pusat dakwah Islam beliau bersama zaid bin haritsah hijrah ke thaif untuk berdakwah ajaran itu ditolak dengan kasar. Nabi Saw. Di usir, di soraki dan dikejar-kejar sambil di lempari dengan batu. Walaupun terluka dan sakit, Beliau tetap sabar dan berlapang dada serta ikhlas. Meghadapi cobaan yang di hadapinya.
            Saat mengahadapi ujian yang berat Nabi Saw bersama pengikutnya di perintahkan oleh Allah SWT untuk mengalami isra dan mi’raj ke baitul maqbis di palestina, kemudian naik kelangit hingga ke sidratul muntaha.
Kejadian isra dan mi’raj terjadi pada malam 17 rajab tahun ke-11 dari kenabiannya (sekitar 621 M) di tempuh dalam waktu satu malam.
Perang Hunain
            Perang Hunain terjadi pada bulan Syawal tahun kedelapan Hijriah, tidak lama setelah Makkah berhasil dibuka oleh kaum Muslim. Jatuhnya kota Makkah ke tangan kaum Muslim menunjukkan telah berakhirnya dominasi kaum kafir Quraisy atas wilayah itu selama berabad-abad. Meskipun demikian, posisi kota Makkah belum dikatakan aman secara geografis, karena beberapa kabilah yang memusuhi Rasulullah SAW. masih berdiam di kawasan selatan Makkah. Itulah kabilah-kabilah yang pernah menolak ajakan Rasulullah SAW. (dalam thalab an-nushrah ) ketika beliau masih berdakwah di kota Makkah. Kabilah-kabilah tersebut pernah menolak seruan Nabi dan mengusir beliau dengan cara yang amat keji.
            Setelah Allah memberi kemenangan kepada Rasulullah dan kaum mukminin dengan takluknya Makkah, serta tunduknya masyarakat Quraisy, penduduk Tsaqif dan Hawazin pun ketakutan. Mereka yakin bahwa Rasulullah  tentu akan menyiapkan pasukan menyerang mereka. Maka sebelum itu terjadi, mereka bertekad untuk mendahului serangan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah dakwah rasulullah periode madinah?
2. Bagaimana strategi dakwah rasulullah periode madinah ?
3. bagaimana sejarah perang hunain ?
1.3 Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui sejarah dakwah rasululla periode madinah
2.      Untuk mengetahui strategi dakwah rasulullah periode madinah
3.      Untuk mengetahui sejarah tentang perang hunain

BAB II
ISI

1.1 SEJARAH DAKWAH RASULULLAH SAW PERIODE MADINAH


Ø  Arti Hijrah dan Tujuan Rasulullah SAW dan Umat Islam Berhijrah

         Setidaknya ada dua macam arti hijrah yang harus diketahui oleh umat Islam. Pertama hijrah berarti meninggalkan semua perbuatan yang dilarang dan dimurkai Allah SWT untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, yang disuruh Allah SWT dan diridai-Nya.
           Arti kedua hijrah ialah berpindah dari suatu negeri kafir (non-Islam), karena di negeri itu umat Islam selalu mendapat tekanan, ancaman, dan kekerasan, sehingga tidak memiliki kebebasan dalam berdakwah dan beribadah. Kemudian umat Islam di negeri kafir itu, berpindah ke negeri Islam agar memperoleh keamanan dan kebebasan dalam berdakwah dan beribadah.
            Arti kedua dari hijrah ini pernah dipraktikkan oleh Rasulullah SAW dan umat Islam, yakni berhijrah dari Mekah ke Yastrib pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijrah, bertepatan dengan tanggal 28 Juni 622 M.
         Tujuan hijrahnya Rasulullah SAW dan umat Islam dari Mekah (negeri kafir) ke Yastrib (negeri Islam) adalah:
·                     Menyelamatkan diri dan umat Islam dari tekanan, ancaman dan kekerasan kaum kafri Quraisy. Bahkan pada waktu Rasulullah SAW meninggalkan rumahnya di Mekah untuk berhijrah ke Yastrib (Madinah), rumah beliau sudah dikepung oleh kaum Quraisy dengan maksud untuk membunuhnya.
·                     Agar memperoleh keamanan dan kebebasan dalam berdakwah serta beribadah, sehingga dapat meningkatkan usaha-usahanya dalam berjihad di jalan Allah SWT, untuk menegakkan dan meninggikan agama-Nya (Islam)
    Artinya: “Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah sesudah mereka dianiaya, pasti Kami akan memberikan tempat yang bagus kepada mereka di dunia. dan Sesungguhnya pahala di akhirat adalah lebih besar, kalau mereka mengetahui, (yaitu) orang-orang yang sabar dan hanya kepada Tuhan saja mereka bertawakkal.” (Q.S. An-Nahl, 16: 41-42)

Ø      Dakwah Rasulullah SAW Periode Madinah

       Dakwah Rasulullah SAW periode Madinah berlangsung selama sepuluh tahun, yakni dari semenjak tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijriah sampai dengan wafatnya Rasulullah SAW, tanggal 13 Rabiul Awal tahun ke-11 hijriah.
     Materi dakwah yang disampaikan Rasulullah SAW pada periode Madinah, selain ajaran Islam yang terkandung dalam 89 surat Makiyah dan Hadis periode Mekah, juga ajaran Islam yang terkandung dalm 25 surat Madaniyah dan hadis periode Madinah. Adapaun ajaran Islam periode Madinah, umumnya ajaran Islam tentang masalah sosial kemasyarakatan.
      Mengenai objek dakwah Rasulullah SAW pada periode Madinah adalah orang-orang yang sudah masuk Islam dari kalangan kaum Muhajirin dan Ansar. Juga orang-orang yang belum masuk Islam seperti kaum Yahudi penduduk Madinah, para penduduk di luar kota Madinah yang termasuk bangsa Arab dan tidak termasuk bangsa Arab.
     Rasulullah SAW diutus oleh Allah SWT bukan hanya untuk bangsa Arab, tetapi untuk seluruh umat manusia di dunia, Allah SWT berfirman:
           Artinya: “Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat   bagi semesta alam.” (Q.S. Al-Anbiya’, 21: 107)
     Dakwah Rasulullah SAW yang ditujukan kepada orang-orang yang sudah masuk Islam (umat Islam) bertujuan agar mereka mengetahui seluruh ajaran Islam baik yang diturunkan di Mekah ataupun yang diturunkan di Madinah, kemudian mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka betul-betul menjadi umat yang bertakwa. Selain itu, Rasulullah SAW dibantu oleh para sahabatnya melakukan usaha-usaha nyata agar terwujud persaudaraan sesama umat Islam dan terbentuk masyarakat madani di Madinah.
       Mengenai dakwah yang ditujukan kepada orang-orang yang belum masuk Islam bertujuan agar mereka bersedia menerima Islam sebagai agamanya, mempelajari ajaran-ajarannya dan mengamalkannya, sehingga mereka menjadi umat Islam yang senantiasa beriman dan beramal saleh, yang berbahagia di dunia serta sejahtera di akhirat.
   Tujuan dakwah Rasulullah SAW yang luhur dan cara penyampaiannya yang terpuji, menyebabkan umat manusia yang belum masuk Islam banyak yang masuk Islam dengan kemauan dan kesadarn sendiri. namun tidak sedikit pula orang-orang kafir yang tidak bersedia masuk Islam, bahkan mereka berusaha menghalang-halangi orang lain masuk Islam dan juga berusaha melenyapkan agama Isla dan umatnya dari muka bumi. Mereka itu seperti kaum kafir Quraisy penduduk Mekah, kaum Yahudi Madinah, dan sekutu-sekutu mereka.
    Setelah ada izin dari Allah SWT untuk berperang, sebagaimana firman-Nya dalam surah Al-Hajj, 22:39 dan Al-Baqarah, 2:190, maka kemudian Rasulullah SAW dan para sahabatnya menusun kekuatan untuk menghadapi peperangan dengan orang kafir yang tidak dapat dihindarkan lagi
                      Artinya: “Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena Sesungguhnya mereka telah dianiaya. dan Sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu” (Q.S. Al-Hajj, 22:39)
         Artinya: “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (Q.S. Al-Baqarah, 2:190)
   Peperangan-peperangan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para pengikutnya itu tidaklah bertujuan untuk melakukan penjajahan atau meraih harta rampasan pernag, tetapi bertujuan untuk:
·                     Membela diri, kehormatan, dan harta.
·                     Menjamin kelancaran dakwah, dan memberi kesempatan kepada mereka yang hendak       menganutnya.
·                     Untuk memelihara umat Islam agar tidak dihancurkan oleh bala tentara Persia dan             Romawi.
 Setelah Rasulullah SAW dan para pengikutnya mampu membangun suatu negar yang merdeka dan berdaulat, yang berpusat di Madinah, mereka berusaha menyiarkan dan memasyhurkan agama Islam, bukan saja terhadap para penduduk Jazirah Arabia, tetapi juga keluar Jazirah Arabia, maka bangsa Romawi dan Persia menjadi cemas dan khawatir kekuaan mereka akan tersaingi. Oleh karena itu, bangsa Romawi dan bangsa Persia bertekad untuk menumpas dan menghancurkan umat Islam dan agamanya. Untuk menghadapi tekad bangsa Romawi Persia tersebut, Rasulullah SAW dan para pengikutnya tidak tinggal diam sehingga terjadi peperangan antara umat Islam dan bangsa Romawi.

1.2 Strategi Dakwah Rasulullah Periode Madinah
        
Pokok-pokok pikiran yang dijadikan strategi dakwah Rasulullah SAW periode Madinah adalah:
    1.    Berdakwah dimulai dari diri sendiri, maksudnya sebelum mengajak orang lain meyakini kebenaran Islam dan mengamalkan ajarannya, maka terlebih dahulu orang yang berdakwah  itu harus meyakini kebenaran Islam dan mengamalkan ajarannya.
2.    Cara (metode) melaksanakan dakwah sesuai dengan petunjuk Allah SWT dalam Surah An-Nahl, 16: 12 
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. An-Nahl, 16: 125)

    3.    Berdakwah itu hukumnya wajib bagi Rasulullah SAW dan umatnya sesuai dengan petunjuk Allah SWT dalam Surah Ali Imran, 3: 104
                   Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Ali Imran, 3: 104)

   4.    Berdakwah dilandasi dengan niat ikhlas karena Allah SWT semata, bukan dengan untuk memperoleh popularitas dan keuntungan yang bersifat materi.

Umat Islam dalam melaksanakan tugas dakwahnya, selain harus menerapkan pokok-pokok pikiran yang dijadikan sebagai strategi dakwah Rasulullah SAW, juga hendaknya meneladani strategi Rasulullah SAW dalam membentuk masyarakat Islam tau masyarakat madani di Madinah.
Masyarakat Islam atau masyarakat madani adalah masyarakat yang menerapkan ajaran Islam pada seluruh aspek kehidupan, sehingga terwujud kehidupan bermasyarakat yang baldatun tayyibatun wa rabbun gafur, yakni masyarakat yang baik, aman, tenteram, damai, adil, dan makmur di bawah naungan rida Allah SWT dan ampunan-Nya.
Usaha-usaha Rasulullah SAW dalam mewujudkan masyarakat Islam seperti tersebut adalah:
     a.    Membangun Masjid
Masjid yang pertama kali dibangun oleh Rasulullah SAW di Madinah ialah Masjid Quba, yang berjarak ± 5 km, sebelah barata daya Madinah. Masjid Quba dibangun pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijrah (20 September 622 M).
Setelah Rasulullah SAW menetap di Madinah, pada setiap hari Sabtu, beliau mengunjungi Masjid Quba untuk salat berjamaah dan menyampaikan dakwah Islam.
Masjid kedua yang dibangun oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya adalah Masjid Nabawi di Madinah. Masjid ini dibangun secara gotong-royong oleh kaum Muhajirin dan Ansar, yang peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan peletakan batu kedua, ketiga, keempat dan kelima dilaksanakan oleh para sahabat terkemuka yakni: Abu Bakar r.a., Umar bin Khatab r.a., Utsman bin Affan r.a. dan Ali bin Abu Thalib k.w.
Mengenai fungsi atau peranan masjid pada masa Rasulullah SAW adalah sebagai berikut:
1. Masjid sebagai sarana pembinaan umat Islam di bidang akidah, ibadah, dan akhlak
2. Masjid merupakan saran ibadah, khususnya salat lima waktu, salat Jumat, salat Tarawih, salat Idul Fitri, dan Idul Adha.
3. Masjid merupakan tempat belajar dan mengajar tentang agama Islam yang bersumber kepada Al-Qur;an dan Hadis
4. Masjid sebagai tempat pertemuan untuk menjalin hubungan persaudaraan sesama Muslim (ukhuwah Islamiah) demi terwujudnya persatuan
5. Menjadikan masjid sebagai sarana kegiatan sosial. Misalnya sebagai tempat penampungan zakat, infak, dan sedekah dan menyalurkannya kepada yang berhak menerimanya, terutama para fakir miskin dan anak-anak yatim terlantar.
6. Menjadikan halaman masjid dengan memasang tenda, sebagai tmpat pengobatan para penderita sakit, terutama para pejuang Islam yang menderita luka akibat perang melawan orang-orang kafir. Sejarah mencata adanya seorang perawat wanita terkenal pada masa Rasulullah SAW yang bernama “Rafidah”  
Rasulullah SAW menjadikan masjid sebagai tempat bermusyawarah dengan para sahabatnya. Masalah-masalah yang dimusyawarahkan antara lain: usaha-usaha untuk memajukan Islam, dan strategi peperangan melawan musuh-musuh Islam agar memperoleh kemenangan.
     b.    Mempersaudarakan Kaum Muhajirin dan Ansar
Muhajirin adalah para sahabat Rasulullah SAW penduduk Mekah yang berhijrah ke Madinah. Ansar adalah para sahabat Rasulullah SAW penduduk asli Madinah yang memberikan pertolongan kepada kaum Muhajirin.
Rasulullah SAW bermusyawarah dengan Abu Bakar r.a. dan Umar bin Khatab tentang mempersaudarakan antara Muhajirin dan Ansar, sehingga terwujud persatuan yang tangguh. Hasil musyawarah memutuskan agar setiap orang Muhajrin mencari dan mengangkat seorang dari kalangan Ansar menjadi saudaranya senasab (seketurunan), dengan niat ikhlas karena Allah SWT. Demikian juga sebaliknya orang Ansar.
Rasulullah SAW memberi contoh dengan mengajak Ali bin Abu Thalib sebagai saudaranya. Apa yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dicontoh oleh seluruh sahabat misalnya:
·Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Rasulullah SAW, pahlawan Islam yang pemberani bersaudara dengan Zaid bin Haritsah, mantan hamba sahaya, yang kemudian dijadikan anak angkat Rasulullah SAW
·Abu Bakar ash-Shiddiq, bersaudara dengan Kharizah bin Zaid
·Umar bin Khattab bersaudara denga Itban bin Malik al-Khazraji (Ansar)
·Abdurrahman bin Auf bersaudara dengan Sa’ad bin Rabi (Ansar)
 Demikianlah seterusnya setiap orang Muhajirin dan orang Ansar, termasuk Muhajirin setelah hijrahnya Rasulullah SAW, dipersaudarakan secara sepasang- sepasang, layaknya seperti saudara senasab.
Persaudaraan secara sepasang–sepasang seperti tersebut, ternyata membuahkan hasil sesama Muhajirin dan Ansar terjalin hubungan persaudaraan yang lebih baik. Mereka saling mencintai, saling menyayangi, hormay-menghormati, dan tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan.
Kaum Ansar dengan ikhlas memberikan pertolongan kepada kaum Muhajirin berupa tempat tinggal, sandang-pangan, dan lain-lain yang diperlukan. Namun kaum Muhajirin tidak diam berpangku tangan, mereka berusaha sekuat tenaga untuk mencari nafkah agar dapat hidup mandiri. Misalnya, Abdurrahman bin Auf menjadi pedagang, Abu Bakar, Umar bin Khattab dan Ali bin Abu Thalib menjadi petani kurma.
Kaum Muhajirin yang belum mempunyai tempat tinggal dan mata pencaharian oleh Rasulullah SAW ditempatkan di bagian Masjid Nabawi yang beratap yang disebut Suffa dan mereka dinamakan Ahlus Suffa (penghuni Suffa). Kebutuhan-kebutuhan mereka dicukupi oleh kaum Muhajirin dan kaum Ansar secara bergotong-royong. Kegiatan Ahlus Suffa itu anatara lain mempelajari dan menghafal Al-Qur’an dan Hadis, kemudian diajarkannya kepada yang lain. Sedangkan apabila terjadi perang anatara kaum Muslimin dengan kaum kafir, mereka ikut berperang.

     c.    Perjanjian Bantu-Membantu antara Umat Islam dan Umat Non-Islam
Pada waktu Rasulullah SAW menetap di Madinah, penduduknya terdiri dari tiga golongan, yaitu umat Islam, umat Yahudi (Bani Qainuqa, Bani Nazir dan Bani Quraizah) dan orang-orang Arab yang belum masuk Islam.
Piagam ini mengandungi 32 fasal yang menyentuh segenap aspek kehidupan termasuk akidah, akhlak, kebajikan, undang-undang, kemasyarakatan, ekonomi dan lain-lain. Di dalamnya juga terkandung aspek khusus yang mesti dipatuhi oleh kaum Muslimin seperti tidak mensyirikkan Allah, tolong-menolong sesama mukmin, bertaqwa dan lain-lain. Selain itu, bagi kaum bukan Islam, mereka mestilah berkelakuan baik bagi melayakkan mereka dilindungi oleh kerajaan Islam Madinah serta membayar cukai.
Piagam ini mestilah dipatuhi oleh semua penduduk Madinah sama ada Islam atau bukan Islam. Strategi ini telah menjadikan Madinah sebagai model Negara Islam yang adil, membangun serta digeruni oleh musuh-musuh Islam.
Rasulullah SAW membuat perjanjian dengan penduduk Madinah non-Islam dan tertuang dalam Piagam Madinah. Piagam Madinah itu antara lain:
1  Setiap golongan dari ketiga golongan penduduk Madinah memiliki hak pribadi, keagamaan dan politik. Sehubungan dengan itu setiap golongan penduduk Madinah berhak menjatuhkan hukuman kepada orang yang membuat kerusakan dan memberi keamanan kepada orang yang mematuhi peraturan
2)    Setiap individu penduduk Madinah mendapat jaminan kebebasan beragama
3)   Veluruh penduduk kota Madinah yang terdiri dari kaum Muslimin, kaum Yahudi dan orang-orang Arab yang belum masuk Islam sesama mereka hendaknya saling membantu dalam bidang moril dan materiil. Apabila Madinah diserang musuh, maka seluruh penduduk Madinah harus bantu-membantu dalam mempertahankan kota Madinah
4)   Rasulullah SAW adalah pemimpin seluruh penduduk Madinah. Segala perkara dan perselisihan besar yang terjadi di Madinah harus diajukan kepada Rasulullah SAW untuk diadili sebagaimana mestinya

    d.    Meletakkan Dasar-dasar Politik, Ekonomi, dan Sosial yang Islami demi Terwujudnya
Masyarakat Madani
Islam tidak hanya mengajarkan bidang akidah dan ibadah, tetapi mengajarkan juga bidang politik, ekonomi, dan sosial, yang kesemuanya berumber pada Al-Qur’an dan Hadis.
Pada masa Rasulullah, penduduk Madinah mayoritas sudah beragam Islam, sehingga masyarakat Islam sudah terbentuk, maka adanya pemerintahan Islam merupakan keharusan. Rasulullah SAW selain sebagai seorang nabi dan rasul, juga tampil sebagai seorang kepala negara (khalifah).
Sebagai kepala negara, Rasulullah SAW telah meletakkan dasar bagi setiap sistem politik Islam, yakni musyawarah. Melalui musyawarah, umat Islam dapat mengangkat wakil-wakil rakyat dan kepala pemerintahan, serta membuat peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh seluruh rakyatnya. Dengan syarat, peraturan-peraturan itu tidak menyimpang dari tuntutan Al-Qur’an dan Hadis.

1.3 Sejarah Perang Hunain
Sejarah Perang Hunain,- Ketika Hawazin mengetahui kesuksesan kaum muslimin dalam penaklukan Makkah, mereka khawatir pasukan Muhammad akan menyerang mereka dan menghancurkan rumah-rumah mereka. Maka sebelum terjadi, mereka berpikir untuk menyerang kaum muslimin lebih dulu dan menyiapkan segala yang dibutuhkannya.

Malik bin 'Auf al-Nashriy mengumpulkan orang-orang Hawazin dan Tsaqif. Dia berjalan membawa pasukannya hingga tiba di Wadi Authas (lembah Authas). Berita ini telah sampai ke telinga kaum muslimin setelah 15 hari dari penaklukan Makkah dan mereka segera bersiap-siap menghadapi kabilah Hawazin dan Tsaqif.  Malik rupanya cukup cerdik. Dia memutuskan untuk memerintahkan pasukannya meninggalkan Wadi Authas dan menyingkir ke puncak Hunain di lorong sempit sebuah lembah. Wadi Authas dibiarkan tanpa pertahanan. Di tempat itu, Malik mengatur dan memberikan perintah-perintahnya. Di antara perintahnya adalah jika kaum muslimin tiba di lembah, maka pasukannya harus segera menyerang mereka secara serentak dan memberi pukulan yang mematikan sehingga barisan mereka bubar. Serangan ini diharapkan  akan mengacaukan barisan pasukan pemburu dan pemanah Muhammad sehingga sebagian mereka dengan sebagian yang lain campur aduk dan saling memukul. Di tengah suasana itu, pasukan Malik akan melancarkan serangan gencar dan  keras. Malik akhirnya menetapkan strategi ini  dan menunggu kedatangan pasukan Islam.

Tidak berapa lama pasukan kaum muslimin tiba. Rasululah bergerak dengan membawa 10.000 pasukan yang baru menaklukkan Makkah ditambah 2.000 pasukan dari orang Quraisy yang baru masuk Islam di Makkah. Pasukan besar ini dan sejumlah para pengikutnya bergerak untuk berperang. Mereka tiba di lembah Hunain sore hari, kemudian berencana istirahat di sana hingga menjelang fajar. Akan tetapi, di ujung akhir malam,  pasukan bergerak, sementara Rasul yang menunggang bagal putihnya berada di barisan akhir pasukan. Pasukan bergerak menuruni lembah dan tidak merasakan adanya ancaman. Namun, di tengah keheningan itu, tiba-tiba kabilah-kabilah musuh menyerang mereka.  Malik bin 'Auf  telah memberi komando kaum prianya untuk menyerang kaum muslimin secara mendadak. Serangan dilancarkan dengan sangat kejam. Kaum muslimin dihujani anak panah. Mereka dalam kegelapan waktu fajar  tidak merasakan apa-apa kecuali hujan anak panah yang menimpa mereka dari semua arah. Mereka panik dan bingung karena serangan yang munculnya secara tiba-tiba. Keadaan mereka kacau dan menjadi tumpang. Pasukan Muhammad mengalami   goncangan yang sangat berat. Mereka mundur dalam posisi terus  terserang dan meninggalkan medan tanpa menunggu komando apa pun. Ketakutan telah menguasai mereka dan kecemasan menerkam hati mereka. Setiap orang dari mereka takut terhadap musuh. Mereka terpaksa lari meninggalkan Rasul tanpa menunggu perintah. Beliau  dibiarkan tertinggal di ujung belakang pasukan. Mereka benar-benar dalam keadaan terserang yang memaksa mereka berlomba-lomba  melarikan diri. Tidak ada yang tersisa dan tetap bertahan di medan kecuali Rasulullah dan 'Abbas serta sekelompok kecil pasukan. Sisa-sisa pasukan yang masih bertahan untuk menemani Rasul terus melakukan perlawanan. Mereka tetap bertahan di tengah kepungan serangan musuh. Rasul berdiri di tengah lingkaran kecil para sahabatnya dari kalangan Muhajirin dan Ansor serta Ahlu Bait (keluarga Rasul). Di tengah penjagaan ketat di tengah  segelintir para sahabatnya yang masih memberikan perlawanan sambil bertahan, beliau memanggil-manggil kaum muslimin yang lari.

"Di mana orang-orang itu!?" seru Rasul. Sejarah Perang Hunain

Akan tetapi, kaum muslimin tidak mendengar panggilan ini. Mereka juga tidak menoleh kepada Nabi karena takut, goncang, dan ngeri akan hantaman maut, apalagi melihat gabungan pasukan Hawazim dan Tsaqif yang masih terus melempari mereka dengan lemparan maut yang amat dahsyat, menikam setiap pasukan yang ditemukan, dan menghujani mereka dengan anak panah. Mereka  terus  lari dan mundur meninggalkan induk pasukan. Karena itu, wajar jika mereka tidak mendengar panggilan Rasul dan tidak bisa memenuhinya. Rasulullah pada waktu itu yang berdiri dan bertahan sendiri (dengan segelintir sahabatnya) dalam keadaan terkucil merupakan posisi yang paling agung sekaligus mengkhawatirkan. Masa dan detik yang dijalaninya adalah masa yang paling mengkhawatirkan dan sulit. Hampir semua pasukannya meninggalkan beliau. Mereka semua lari meninggalkan Rasul dan tidak ada bedanya apakah yang dari kalangan para sahabat yang lama (kecuali beberapa sahabatnya yang militan) ataukah para sahabat yang baru (baru masuk Islam). Akan tetapi, Rasul tidak berputus asa. Beliau terus-menerus memanggil dan  mengajak para sahabatnya yang lari agar segera kembali dan turun ke medan laga, namun mereka tidak mendengarkannya. Akan tetapi, pada sisi lain, orang-orang yang baru masuk Islam yang mendengar Muhammad dirajam kepungan bahaya, justru membicarakannya dengan komentar-komentar sinis dan bergembira atas bencana yang menimpa beliau.

"Hari ini sihir [Muhammad] telah batal!" kata Kaldah bin Hambal dengan sinis. Sejarah Perang Hunain

"Hari ini aku menyaksikan pembalasan dendamku pada Muhammad," ucap Syaibah bin 'Utsman bin Thalhah, "hari ini aku benar-benar telah membunuh Muhammad!"

"Kekalahan mereka tidak sampai hanya berhenti di bawah laut ini," kata Abu Sufyan.
Mereka ini dan orang-orang yang segolongannya yang mengatakan perkataan-perkataan kejam adalah orang-orang yang berada dalam pasukan kaum muslimin. Mereka berasal dari kalangan orang-orang yang baru masuk Islam di Makkah. Mereka datang berperang bersama Rasulullah, akan tetapi kekalahan (keterdesakan pasukan Islam) menampakkan apa yang disembunyikan jiwa mereka. Berbeda dengan niat ikhlas para sahabat Rasul yang juga sama-sama ikut  lari. Demikian itu karena  tidak ada cita-cita apapun dalam jiwa mereka untuk kerja mencari sesuatu dalam peperangan.

Posisi Rasul benar-benar sulit. Waktu itu adalah waktu yang amat sulit dan dahsyat. Dalam situasi yang begitu sulit dan berat, Rasul memutuskan untuk tetap di medan peperangan dan bahkan terus maju ke medan sambil bertahan dari serangan musuh dengan bagal putihnya. Orang yang bersama beliau adalah pamannya, 'Abbas bin 'Abd al-Muththalib, dan Abu Sufyan bin Harits bin 'Abd al-Muththalib. Abu Sufyan memegang tali kendali bagalnya dan berusaha bertahan. Sedangkan pamannya, 'Abbas, ikut pula memanggil-manggil dengan suaranya yang lantang yang sekiranya didengar orang dari semua lorong. 'Abbas meneriakkan suara lantangnya agar mereka segera kembali ke induk pasukan.

"Hai kaum Ansor!" teriak 'Abbas, "Hai orang-orang yang ngobrol!"

Abbas mengulang-ulang seruannya hingga gema suaranya dari dinding ke dinding lembah memantul dan mengirimkan gelombang suara yang sahut-menyahut. Sayup-sayup, gema suara itu akhirnya terdengar oleh kaum muslimin yang sedang terpojok kena gempuran musuh.  Mereka menjadi ingat Rasulullah. Ingat pada jihad mereka. Terlintas di benak mereka suatu gambaran tentang akibat kekalahan karena serangan kaum musyrik dan akibat kemenangan syirik atas mereka. Akhirnya, mereka menyadari bahwa kekalahan perang ini akan membawa akibat kehancuran agama dan kaum muslimin. Karena itu, mereka berteriak sahut-menyahut dari semua arah untuk menyambut panggilan 'Abbas. Mereka segera kembali ke induk pasukan dan terjun ke lautan peperangan dan menghangatkan diri dengan apinya dalam keberanian yang tinggi dan jarang ditemui. Mereka berkumpul di seputar Rasul. Jumlah pasukan lambat laun semakin bertambah. Mereka memasuki medan laga dan meladeni perang tanding,  melawan musuh, dan  memanggang diri di tungku api peperangan. Melihat sambutan ini, Rasul bertambah tenang. Beliau mengambil segenggam pasir, lalu melemparkannya ke wajah musuh seraya mengucapkan, "Syaahatil Wujuuh/Amat buruklah wajah-wajah (kalian)!"

Sejarah Perang Hunain Kaum muslimin terus merangsek  ke tengah medan  dengan menganggap kematian di jalan Allah adalah kenikmatan. Peperangan semakin dahsyat sehingga Hawazin dan Tsaqif yakin bahwa mereka berada di tengah-tengah kebinasaan. Maka, mereka pun melarikan diri dalam keadaan kalah tanpa menunggu waktu. Harta benda dan wanita-wanita mereka ditinggalkan di belakang menjadi harta rampasan perang (ghanimah) kaum muslimin. Pasukan kaum muslimin berusaha memburu mereka dan berhasil menawan mereka dalam jumlah yang cukup besar. Korban terbunuh  dari pihak musuh  juga besar. Pengejaran dihentikan ketika mereka sampai di Wadi Authas (lembah Authas). Di tempat itu, kaum muslimin masih sempat  menewaskan beberapa musuh  dan menyerang sisa-sisanya dengan  keras. Akan tetapi, komandan mereka, Malik bin 'Auf, berhasil melarikan diri ke Thaif dan berlindung di sana. Dengan demikian, Allah memenangkan kaum  muslimin dengan kemenangan yang semakin menguatkan posisi mereka. Dalam hal ini, Allah menurunkan firman-Nya (yang artinya):

"Sesungguhnya Alah telah menolong kamu (hai para mukiminin di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di waktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlahmu, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari ke belakang dengan bercerai-berai. Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang yang beriman. Dan, Allah menurunkan bala tentara yang kamu tidak melihatnya dan Allah menimpakan bencana kepada orang-orang kafir. Dan, demikianlah pembalasan kepada orang-orang kafir" (QS. At-Taubah 25-26). 

Kaum muslimin memperolah harta ghanimah yang banyak. Jika dihitung menurut ukuran saat ini,  jumlahnya 22.000 unta, 40.000 kambing, dan 4.000 ons perak. Orang-orang musyrik yang terbunuh banyak. Gadis-gadis dan wanita-wanita Hawazin yang tertawan ada 6.000 orang. Mereka diboyong ke Wadi Ji'ranah (lembah Ji'ranah) sebagai tawanan. Sementara korban di pihak kaum muslimin jumlahnya juga tak terhitung karena banyaknya. Kitab-kitab sirah menyebutkan ada dua kabilah kaum muslimin yang musnah. Nabi saw. kemudian melakukan shalat ghaib untuk mereka. Rasulullah saw. meninggalkan ghanimah dan para tawanan ini di Ji'ranah, kemudian dilanjutkan untuk mengepung Thaif, tempat perlindungan Malik bin 'Auf setelah kekalahannya di Hunaian. Rasul memerintahkan agar kepungan semakin diperketat, namun Thaif bagi Bani Tsaqif adalah kota yang memiliki benteng yang kuat. Penduduknya mempunyai pengetahuan perang untuk menghadapi kepungan. Mereka juga memiliki kekayaan alam yang melimpah. Di samping itu, Tsaqif menguasai teknik melempar tanah dan tombak dengan baik. Dalam peperangan ini, mereka melempari kaum muslimin dengan lembing dan anak panah. Di antara kaum muslimin banyak yang terbunuh. Tidak mudah bagi kaum muslimin untuk menembus pertahanan musuh. Karena itu, mereka mendirikan kemah yang jaraknya cukup jauh dari benteng musuh. Kaum muslimin tinggal di perkemahan itu sambil menunggu apa yang akan diperbuat Allah terhadap mereka. Dan, tidak lama kemudian bantuan datang. Nabi saw. meminta bantuan pada Bani Daus untuk melempari Thaif dengan manjanik. Mereka datang kepada Nabi saw. setelah empat hari dari pengepunangan dengan membawa peralatan senjata. Kaum muslimin menyerang pasukan Thaif dan melemparinya dengan manjanik. Mereka juga mengirimkan senjata sejenis "tank" yang dibawa masuk dari bawah pertahanan musuh. Dengan senjata itu,  mereka merangkak, lalu  merayap tembok benteng Thaif untuk membakarnya. Sayang, mereka tidak merasa ada potongan-potongan besi yang dipanaskan dengan api dan siap menjebak mereka. Potongan-potongan besi itu benar-benar berhasil menghalau mereka dan membakar dababah (sejenis tank untuk alat merangkak dan merayap tembok) mereka. Mereka lari. Tha'if memanaskan potongan-potongan besi sampai  meleleh, kemudian  melemparkannya ke dababah sehingga membakarnya. Potongan-potongan besi itulah yang membahayakan kaum muslimin sehingga mereka lari. Ketika mereka lari, Tsaqif masih melempari mereka dengan panah dan banyak di antara mereka yang terbunuh. Dengan demikian, kaum muslimin gagal memasuki Tha'if.

Kegagalan ini memaksa kaum muslimin menggunakan taktik baru. Mereka menggunduli kebun-kebun Bani Tsaqif dan membakarnya dengan harapan mereka akan menyerah. Namun, mereka tidak menyerah. Akan tetapi, sebelum serangan berikutnya dilancarkan, bulan haram (bulan-bulan yang dimuliakan suku-suku Arab dan haram di dalamnya  melakukan peperangan) telah mulai tiba karena Dzulqa'dah telah tampak. Rasulullah saw. memutuskan kembali dari Tha'if menuju Makkah dan singgah di Ji'ranah, tempat penyimpanan harta ghanimah dan tawanan mereka. Kemudian Malik bin 'Auf datang menyusul  tempat persinggahan Rasul karena beliau telah berjanji kepadanya bahwa jika Malik datang kepada Rasul dalam keadaan muslim, maka beliau mengembalikan harta dan keluarganya serta menambahnya 1.000 unta. Malik datang dengan menyatakan keislamannya. Dia mengambil apa yang dijanjikan Rasul. Hal itu menyebabkan para sahabat khawatir bagian ghanimah mereka akan berkurang jika Rasul tetap memberikannya kepada orang  Hawazin itu. Karena itu, mereka menuntut ghanimah segera dibagikan di antara mereka dan masing-masing memaksa untuk mengambil tiap harta fai'-nya (rampasan perang). Mereka saling berbisik-bisik membicarakan persoalan harta ghanimah sehingga bisik-bisik itu sampai terdengar Rasul. Beliau berdiri di samping seekor unta, lalu  mengambil selembar bulunya dari bagian punuk dan meletakkannya di antara kedua jarinya, kemudian menariknya seraya bersabda, "Hai manusia! Demi Allah, tidaklah aku menguasai (memonopoli)  sebagian dari harta jarahan (fai') kalian dan tidak juga selembar bulu unta ini kecuali seperlimanya. Yang seperlima dikembalikan kepada kalian. Maka,  penuhilah penjahit dan yang dijahit. Sesungguhnya khianat pada keluarga amat memalukan. Dia pasti akan terkena api dan air neraka pada hari kiamat."

 Beliau memerintahkan tiap sahabat mengembalikan apa yang telah diambilnya dari harta ghanimah sehingga harta tersebut terbagi dengan adil. Kemudian beliau membaginya menjadi lima bagian. Seperlimanya dipisahkan untuk dirinya sendiri dan sisanya (empat per lima) dibagikan kepada  para sahabatnya. Tiap-tiap bagian, beliau berikan kepada Abu Sufyan dan anaknya, Mu'awiyah, Harits bin Harits, Harits bin  Hisyam, Suhail bin  'Amru, Huwaithab bin 'Abd al-'Uzza, Hakim bin Hizam, al-'Alla bin Jariyah (lima orang yang terakhir ini adalah dari bani  Tsaqif), 'Uyayyinah bin Hashan, Aqra' bin Habis, Malik bin 'Auf an-Nashariy, dan Shafwan bin Umayyah. Masing-masing orang diberi 100 unta sebagai tambahan atas bagian mereka sekaligus sebagai pengikat dan penyejuk hati mereka (sebagai bagian dari mu'allaf). Beliau juga memberikan 50 ekor   unta kepada orang-orang selain mereka (mu'allaf) sebagai tambahan bagian mereka. Beliau telah memenuhi semua kebutuhan orang-orang mu'allaf. Dalam pembagian harta ghanimah ini, beliau berada dalam puncak kedermawanan dan kemuliaan serta kearifan dan kegeniusan sikap politisnya.

 Akan tetapi, sebagian kaum muslimin masih ada yang tidak mengetahui hikmah kemuliaan dan pembagian Rasul ini. Perbuatan beliau sempat membuat kaum Ansor saling membicarakannya di antara sesama mereka. Mereka berkata kepada sesama kaum mereka, "Demi  Allah, Rasulullah telah menemui (bergabung dengan) kaumnya!" Perkataan itu berpengaruh pada jiwa mereka. Sa'ad bin Ubadah yang juga ikut menggunjingkan kebijakan Rasul ini, perkataannya sampai terdengar beliau, Lalu beliau bertanya, "Di manakah posisimu mengenai hal itu, hai Sa'ad?!"

"Tidak lain saya menjadi bagian dari kaumku, wahai Rasul," jawab Sa'ad. Dia bahkan mendukung perkataan kaumnya.

"Kalau begitu, kumpulkan kaummu untukku di tempat ini!" pinta Rasul pada Sa'ad.  

Sa'ad kemudian mengumpulkan mereka, lalu Rasul berbicara kepada orang-orang yang tidak puas ini. "Hai orang-orang Ansor," sapa Rasul, "ucapan-ucapan kalian telah sampai kepadaku. Kalian telah menemukan hal yang baru dalam diri kalian karena aku. Bukankah aku telah mendatangi kalian dalam keadaan  tersesat lalu Allah memberi kalian hidayah, dalam keadaan kekurangan lalu Allah mengayakan kalian, dan dalam keadaan saling bermusuhan lalu Allah mempersatukan hati kalian."

"Benar, Allah dan Rasul-Nya lebih memberi keamanan dan lebih utama," jawab mereka serempak.

"Mengapa kalian tidak menjawabku, hai orang-orang Ansor?!" tanya Rasul kemudian.

"Dengan apa kami harus menjawabmu, wahai Rasulullah?" kata mereka. "Hanya milik Allah dan Rasulnya segala anugrah dan keutamaan," tambah mereka.

            Rasulullah kemudian melanjutkan sabdanya, "Demi Allah, seandainya kalian menghendaki, pasti kalian akan mengatakan, membenarkan, dan membenarkan! Engkau datang kepada kami dalam keadaan dibohongi, lalu kami membernarkanmu, dalam keadaan terlonta-lonta lalu kami menolongmu, dalam keadaan terbuang lalu kami memberi perlinungan kepadamu, dan dalam keadaan kekurangan lalu kami memberi kecukupan kepadamu. Hai kaum Ansor, apakah kalian menemukan dalam diri kalian kelunakan pada dunia yang saya harus menyatukan kalian dengannya menjadi suatu kaum agar selamat dan saya menyerahkan kalian pada Islam kalian. Hai orang-orang Ansor, apakah kalian tidak ridha terhadap orang-orang yang pergi dengan kambing-kambing dan unta, sementara kalian kembali pada kendaraan kalian dengan Rasulullah? Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, seandainya tidak ada hijrah, pasti saya menjadi orang di antara kaum Ansor. Seandainya orang-orang berjalan ke suatu bukit dan oang-oang Ansor ke bukit yang lain, pasti saya berjalan di bukit kaum Ansor. Ya Allah, rahamatilah kaum Ansor, anak-anak kaum Ansor, anak-anak dari anak-anak kaum Ansor ..." Belum habis pidato Rasul ini, kaum Ansor menangis dengan tangis yang keras dan menyayat hati hingga air mata mereka membasahi janggut-janggut mereka.

"Kami lebih ridha dengan Rasulullah sebagai bagian (kami)," jawab mereka dengan air mata yang masih membasah. Kemudian mereka kembali ke kemah-kemah dan kendaraan mereka.

Setelah itu, Rasulullah saw. keluar dari Ji'ranah menuju Makkah dalam keadaan ihram untuk umrah. Beliau berangkat dengan pasukannya. Setelah selesai melakukan umrah, beliau mengangkat 'Utab bin Usaid menjadi Gubernur Makkah, sementara Mu'adz bin Jabal ditunjuk sebagai guru yang akan membina penduduk Makkah dan memberi pemahaman mereka tentang Islam. Kemudian beliau bersama kaum Ansor dan Muhajirin kembali ke Madinah.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
           
Dakwah Rasulullah Periode Madinah

Dari penjelasan makalah diatas,maka dapat diambil kesimpulan bahwa dakwah rasulullah SAW periode madinah itu merupakan dakwa lanjutan yang dilakukan Rasulullah SAW pada sat beliau hijrah dari kota mekah ke kota madinah.dimana dalam periode madinah ini,pengembangan islam lebih ditekaankan pada dasar-dasar pendidikan masyarakat islam dan pendidikan sosial kemasyarakatan.

Pertempuran Hunain

Pertempuran Hunainadalah pertempuran antara Muhammad dan pengikutnya melawan kaum Badui dari suku Hawazindan Tsaqif pada tahun 630 M atau 8 H, di sebuah pada salah satu jalan dari Mekkah ke Thaif. Pertempuran ini berakhir dengan kemenangan telak bagi kaum Muslimin, yang juga berhasil memperoleh rampasan perang yang banyak. Pertempuran Hunain merupakan salah satu pertempuran yang disebutkan dalam Al-Qur'an, yaitu surat At-Taubah 25-26.        

Metode Pelaksanaan Bangunan

 LINGKUP PEKERJAAN Lingkup pekerjaan yang akan dilaksanakan yakni : I                PEKERJAAN PERSIAPAN II               PEKERJAAN TANAH DA...